Juba, Sudan Selatan (ANTARA News) - Sedikitnya 30 orang tewas dalam serangan pemberontak terhadap posisi pemerintah di seluruh Sudan Selatan sejak awal tahun ini, di tengah pelanggaran yang berlanjut terhadap gencatan senjata yang ditandatangani semua pihak pada Desember.

Lul Ruai Koang, Juru Bicara bagi Tentara Pembebasan Rakyat Sudan (SPLA), mengatakan di dalam satu pernyataan bahwa semua serangan oleh pemberontak yang setia kepada mantan wakil presiden Riek Machar dan mereka yang memiliki hubungan dengan mantan wakil kepada staf militer, Thomas Cirilo, menewaskan enam orang di bagian selatan negeri tersebut pada Rabu.

Koang mengatakan sebanyak 24 orang lagi tewas dalam serangan yang berkaitan di Negara Bagian Liech di bagian utara negeri itu sejak awal 2018.

"SPLA sekali lagi mengeluarkan seruan buat CTSAMM (Mekanisme Pemantauan Pengaturan Keamanan Peralihan Gencatan Senjata) agar menyelidiki pelanggaran yang terulang paling akhir terhadap kesepakatan gencatan senjata oleh pemberontak yang setia kepada Riek Machar dan Thomas Cirilo. IGAD dan TROIKA (PBB, Inggris dan Norwegia) mesti menganggap pemimpin pemberontak dan komandan lapangan mereka bertanggung-jawab," katanya.

SPLA menyatakan kelompok tersebut mencatat delapan pelanggaran penghentian kesepakatan sejak kesepakatan itu ditandatangani di Addis Ababa, Ethiopia, pada Desember, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis malam.

Semua faksi yang berperang sebelumnya telah melanggar beberapa kesepakatan senjata sejak konflik meletus empat tahun lalu.

Koang mengatakan SPLA berkomitmen pada kesepakatan penghentian permusuhan dan ketentuan lain yang ditujukan untuk memulihkan perdamaian dan kestabilan di negeri itu, dan menyeru para pemantau perdamaian agar menyelidiki pelanggaran gencatan senjata dan menganggap para pelakunya bertanggung-jawab.

Pada Selasa, kelompok utama pemberontak --Tentara Pembebasan Rakyat Sudan-yang-Beroposisi (SPLA-IO)-- membantah kelompok tersebut melanggar gencatan senjata dan telah membentuk tim sendiri untuk memantau gencatan senjata yang rapuh.

Amerika Serikat, Inggris dan Norwegia pada Selasa mengutuk pelanggaran gencatan senjata paling akhir itu dan memperingatkan bahwa setiap pelanggar perdamaian akan dianggap bertanggung-jawab.

Sudan Selatan selama empat tahun telah terperosok ke dalam konflik yang telah merenggut banyak korban jiwa, dan menciptakan salah satu krisis pengungsi yang berkembang dengan cepat di dunia.

Kesepakatan perdamaian yang ditandatangani pada Agustus 2015 antara para pemimpin yang bertikai di bawah tekanan PBB menghasilkan pembentukan pemerintah persatuan peralihan pada April, tapi diguncang oleh perang baru pada Juli 2016.

(Uu.C003)

Pewarta: LKBN Antara
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018