"Kalau tidak lolos verifikasi maka barang tidak boleh beredar. Yang penting pelabuhan tidak disesaki oleh kontainer-kontainer," kata Heru ditemui usai rapat koordinasi tata niaga impor di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa.
Tujuan lain dari pengawasan "post-border" selain mengurangi penumpukan barang di pelabuhan yaitu menurunkan waktu tunggu bongkar muat barang di pelabuhan ("dwelling time") dan mengurangi biaya karena barang tidak perlu berlama-lama di pelabuhan.
Heru menjelaskan pengawasan "post-border" dilakukan dengan mendorong verifikasi barang impor oleh otoritas bea cukai, misalkan menyangkut Standar Nasional Indonesia (SNI), ke luar pos pengawasan.
"Kapan boleh beredar? Yang jelas selama sudah memenuhi (syarat), itu akan mempersilakan mereka melakukan bisnis secara normal saja. Kalau mereka belum memenuhi, mereka harus menyelesaikan di gudangnya mereka," ucap dia.
Mengenai payung hukum dari mekanisme pengawasan tersebut, Heru mengatakan masing-masing kementerian dan lembaga akan melakukan revisi berdasarkan kewenangannya.
Ia juga mengungkapkan jumlah barang yang masuk kategori larangan atau pembatasan (lartas) akan dikurangi hanya menjadi sekitar 20 persen dari seluruh pos tarif atau kode komoditas (harmonized system code). Seluruh barang yang diimpor diklasifikasikan dalam 10.826 kode HS.
Saat ini, jumlah barang lartas yang tercatat dan menjadi beban dari otoritas bea dan cukai mencapai sekitar 48 persen dari 10.826 kode HS barang.
"Yang akan tinggal di pelabuhan, terutama komoditas yang terkait dengan kesehatan, keamanan, keselamatan, dan lingkungan hidup. Sementara di luar itu akan kami dorong ke luar `border` tetapi tetap dilakukan pengawasan dengan manajemen risiko bersama," ucap Heru.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pelaksanaan kebijakan pengurangan barang lartas ini segera berlaku setelah adanya revisi dari peraturan menteri di masing-masing kementerian terkait.
"Semua menteri sepakat, nanti sesuai komitmen diturunkan sekitar 20 persen dengan berbagai peraturan menteri. Semoga ini berjalan 1 Februari dan lartas menurun tajam," kata dia.
Tercatat sebanyak 72 peraturan menteri di masing-masing kementerian terkait masih membutuhkan revisi agar kebijakan ini dapat berjalan untuk mendorong produktivitas.
Pewarta: Roberto Calvinantya Basuki
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018