Dubai (ANTARA News) - Presiden Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada Kamis mengatakan bahwa pihaknya memperkirakan kenaikan tajam permintaan minyak global pada 2018.

Suhail Al-Mazrouei, presiden OPEC dan menteri energi Uni Emirat Arab (UEA), mengatakan di Twitter bahwa dia memperkirakan 2018 akan menjadi "sebuah tahun dengan permintaan minyak yang kuat."

"OPEC hanya akan mengambil tindakan drastis saat terjadi krisis, jika tidak pihaknya tidak akan masuk untuk mengubah kondisi pasar ekonomi normal," tambahnya.

Pada Rabu (10/1), harga minyak melonjak mendekati level tertinggi tiga tahun, ketika satu barel (159 liter) mencapai 69,23 dolar AS, namun harga telah turun sedikit sejak saat itu.

OPEC dan mitranya pada 30 November 2017 sepakat untuk memperpanjang pemotongan produksi sampai akhir 2018, sembilan bulan lebih lama dari kesepakatan sebelumnya.

"Kami bergerak ke lingkungan dampak geopolitik yang lebih rendah dan lebih banyak penggerak fundamental pasar pada harga minyak," kata presiden OPEC.

Pada 2016, negara-negara OPEC mencapai kesepakatan di Wina untuk mengurangi produksi minyak harian selama paruh pertama 2017 guna meningkatkan harga minyak dunia. Kesepakatan tersebut juga didukung oleh 11 negara non-OPEC. Pada akhir Mei, para pihak dalam kesepakatan tersebut, setuju untuk memperpanjang kesepakatan tersebut sampai akhir Maret 2018.

OPEC sangat bangga dengan kesepakatan pemotongan produksi tersebut dan peran yang dimainkannya dalam memastikan stabilitas pasar global, kata Mazrouei.

Ketika ditanya apakah dia mengharapkan semua negara anggota OPEC dan anggota non-OPEC Rusia untuk berpegang pada kesepakatan tersebut, Mazrouei mengatakan "harapan saya adalah bahwa pemenuhan pemotongan produksi akan berlanjut dan tetap kuat."

Dia menambahkan bahwa dia mengharapkan "Arab Saudi untuk menepati janjinya dan mengumumkan kepada publik raksasa energi milik negaranya Saudi Aramco pada 2018."

(UU.A026)

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018