Kami sudah kirim red notice-nya"
Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Bareskrim Polri mengirimkan surat permohonan red notice kepada Interpol untuk menemukan tersangka Honggo Wendratno, mantan Dirut PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) yang diduga masih di luar negeri.

"Kami sudah kirim red notice-nya," kata Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto di Mabes Polri, Jakarta, Kamis.

Menurut dia, Honggo yang belum juga ditemukan menjadi penghalang bagi penyidik Bareskrim untuk menyerahkan barang bukti dan tersangka atau ke Kejaksaan Agung.

Hal itu dikarenakan Kejaksaan Agung tetap meminta Bareskrim Polri menghadirkan tiga tersangka dugaan korupsi kondensat PT Trans Pasific Petrochemical Indotama yang merugikan keuangan negara 2,716 miliar dolar AS atau sekitar Rp38 triliun dalam pelimpahan tahap dua perkara tersebut.

"Jaksa penuntut umum menghendaki dihadirkannya tiga tersangka. Tapi baru dua tersangka yang siap diserahkan," katanya.

Namun, penyidik Bareskrim baru menyanggupi untuk menyerahkan dua tersangka lainnya dalam kasus tersebut yakni mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono.

? ? Kejagung sudah menyatakan berkas perkara kondensat sudah lengkap atau P21 setelah selama lebih dari dua tahun ditangani Bareskrim Polri.

Kasus tersebut bermula saat PT TPPI ditunjuk oleh BP Migas untuk mengelola kondensat pada periode 2009 sampai 2011 namun ketika melaksanakan lifting pertama sekitar Mei 2009, itu belum ada kontraknya.

"PT TPPI langsung lifting dan langsung mengolahnya," kata Jaksa Agung HM Prasetyo.

BP Migas juga melakukan penunjukan langsung penjualan minyak tanah/kondensat yang melanggar Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS 20/BP00000/2003-S0 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjualan Minyak Mentah/kondensat Bagian Negara.

"Kemudian baru 11 bulan kemudian dibuatkan kontrak pekerjaan itu, artinya tanda tangan atau surat kontraknya diberi tanggal mundur. Kemudian baru dilanjutkan kembali sampai 2011," katanya.

Ditambahkan, pengelolaan kondensat itu dijual Pertamina awalnya sebagai bahan bakar Ron 88 namun oleh PT TPPI diolah menjadi LPG melalui perusahaan miliknya Tuban LPG Indonesia (TLI).

"Kira-kira ada 6 pelanggaran hukum dari kasus itu, kerugian negara hasil dari audit BPK 2,716 miliar dolar AS," katanya.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018