Jakarta (ANTARA News) - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan, penenggelaman kapal merupakan upaya yang tidak efektif dalam menekan pencurian ikan karena hingga kini masih ada dugaan kasus penangkapan ikan secara ilegal.

"Penenggelamaan kapal yang dilakukan Pemerintah tidak efektif untuk menekan pencurian ikan. Penenggelaman kapal tidak menjadi kewajiban yang diperintahkan oleh undang-undang tetapi merupakan pilihan tindakan," kata Ketua DPP KNTI, Marthin Hadiwinata, Jumat.

Menurut dia, kapal ikan yang dirampas tidak serta-merta harus juga ditenggelamkan tetapi dapat dilelang atau dihibahkan kepada kelompok nelayan melalui koperasi perikanan.

Ia mengemukakan, KNTI mengapresiasi upaya pemerintah dalam menanggulangi pencurian ikan, namun penenggelaman kapal ilegal oleh Satgas 115 sepertinya tidak menimbulkan efek jera.

"Yang terjadi malah terjadi peningkatan jumlah kapal yang ditenggelamkan setiap tahunnya dari tahun 2015 sebanyak 113 kapal, tahun 2016 sebanyak 115 kapal dan terakhir data 2017 malah meningkat hingga sekitar 250 kapal," ucapnya.

Bahkan terakhir, lanjutnya, terdapat kabar tertangkap kapal Fu Yuan Yu 831 asal China di perairan selatan sekitar Kupang sehingga efektifitas penenggelaman kapal untuk memberikan efek jera kepada pelaku penangkapan ikan secara ilegal masih patut dipertanyakan.

KNTI juga merekomendaskan perlunya upaya strategis pemerintah dengan bersikap luwes untuk melakukan kerjasama dengan negara asal pelaku dalam pengawasan pencurian ikan, karena sebagai negara yang bertetangga, harus ada iktikad baik dalam hubungan antara negara yang bertetangga.

Sebagaimana diwartakan, Ketua Komisi IV DPR, Edhy Prabowo, mendukung kebijakan penenggelaman kapal pencuri ikan yang melakukan aksinya di kawasan perairan nasional dan merugikan Indonesia.

"Kami tegaskan bahwa Komisi IV tetap mendukung kebijakan penenggelaman kapal asing yang memasuki wilayah Indonesia dan mencuri kekayaan alam Indonesia," kata dia, di Jakarta, Kamis (11/1).

Pewarta: Muhammad Rahman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018