Bogota (ANTARA News) - Kolombia, Jumat, membentuk satuan militer untuk memerangi kelompok bersenjata, yang mulai merebut wilayah yang pernah dikuasai pemberontak Marksis FARC di daerah strategis perdagangan obat bius di bagian selatan negara itu.

Gugus tugas Hercules itu, satuan militer terbesar dalam dua dasawarsa ini, akan memiliki 9.000 tentara dengan tugas merebut kembali kendali wilayah luas berbatasan dengan Samudra Pasifik dan Ekuador.

Di provinsi selatan, Narino, yang memiliki sebagian besar tanaman daun koka, bahan baku kokain, terdapat ratusan mantan anggota Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC), yang memutuskan tidak mematuhi kesepakatan perdamaian, yang ditandatangani pada akhir 2016.

Sejumlah kelompok kejahatan dan paramiliter sayap kanan berebut dengan pemberontak FARC untuk mengendalikan jalur perdagangan narkotika ke Pasifik.

"FARC telah bubar, sekarang semua penyebaran ini, semua kekuatan kita harus diarahkan terhadap organisasi-organisasi ini yang masih mengancam ketenangan negara," kata Presiden Juan Manuel Santos pada saat peluncuran gugus tugas itu di kota Tumaco.

Pengawasan militer terhadap wilayah tersebut, yang akan disertai dengan investasi untuk mengentaskan kemiskinan dan program pemberantasan serta penggantian koka, sangat penting untuk menjamin perdamaian yang stabil dengan FARC dan mencegah penguatan kelompok bersenjata lainnya, kata Santos.

Santos, yang akan pensiun pada Agustus setelah dua masa jabatan, menandatangani sebuah kesepakatan damai dengan FARC pada 2016 setelah empat tahun melakukan perundingan di Kuba. FARC sekarang menjadi partai politik dengan kandidat presiden untuk pemilihan Mei.

Satuan tugas akan mencakup pejabat dari tentara, polisi, angkatan udara dan angkatan laut, kata Santos.

Sebelumnya, pemberontak kiri ELN Kolombia pada ahir tahun lalu, mengatakan bersedia memperpanjang gencatan senjata, yang akan berakhir pada bulan depan, jika terdapat cukup kemajuan dalam perundingan perdamaian dengan pemerintah.

Tentara Pembebasan Nasional (ELN) dan pemerintah Kolombia telah melakukan pembicaraan perdamaian di Quito selama 10 bulan, setelah tahap pengembangan perundingan, dalam upaya mengakhiri perang lebih dari 53 tahun.

Gencatan senjata pertama dengan kelompok itu dimulai pada Oktober dan berakhir pada 9 Januari, diawasi oleh Dewan Gereja Katolik dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

"Kami bersedia menyetujui gencatan senjata baru ketika terdapat kemajuan dalam tinjauan di meja perundingan, keyakinan dan hasil," kata kelompok tersebut dalam tulian terbuka kepada PBB di Twitter kelompok pemberontak itu.

ELN menambahkan bahwa mereka juga akan menilai kemauan pemerintah untuk mengatasi hambatan pada saat perundingan.

ELN dengan anggota pasukan 2.000 orang, yang secara berkala melancarkan serangan bom terhadap prasarana perminyakan dan melakukan penyanderaan, terus-menerus melakukan penculikan meski terdapat dengan perjanjian gencatan senjata. Pemimpin adat di provinsi Choco meninggal pada Oktober setelah disandera kelompok tersebut, demikian Reuters.

(Uu.SG003/B002)

Pewarta: LKBN Antara
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018