... ASI eksklusiflah makanan yang terbaik untuk bayi. Semahal dan sehebat apapun susu formula yang ada, tetap tidak bisa menyamai keunggulan yang terdapat dalam ASI...
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Sitti Hikmawatty, mengatakan, skandal susu mengandung bakteri Salmonella sp dari Prancis tidak memberi dampak di Indonesia sehingga masyarakat tidak perlu khawatir dengan dampak kasus itu.

"Bisa dikatakan bahwa produk itu kemungkinnan besar tidak beredar di Indonesia sehingga Indonesia tidak termasuk negara yang terkena dampak susu yang mengandung Salmonella ini," kata dia, di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya, merebak skandal susu impor mengandung bakteri Salmonella sp sehingga membuat gelisah banyak pihak terutama di kalangan ibu-ibu di Indonesia. Hal itu mencuat setelah ada penarikan produk susu tersebut lebih dari 12 juta produk di hampir 83 negara. 

Salah satu species dari genera bakteri Salmonella sp yang berbahaya adalah penyebab tifus, yaitu Salmonella typhosa.

Hikmawatty mengatakan, KPAI telah berkoordinasi dengan aparat yang berwenang mengenai keberadaan susu itu di Indonesia.

Hasil koordinasi KPAI dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan, kata dia, menjelaskan dua merek susu yang ditarik di Perancis yatu Picot dan Milumel dipastikan tidak terdaftar di BPOM. Dengan demikian, tidak ada importasi susu sapi itu ke Indonesia merujuk Surat Keterangan Impor BPOM.

Terkait penggunaan susu olahan pabrik, dia mengimbau masyarakat untuk lebih memilih Air Susu Ibu (ASI) dibanding susu formula sehingga dapat memicu optimalisasi tumbuh kembang anak.

"Tetap ASI eksklusiflah makanan yang terbaik untuk bayi. Semahal dan sehebat apapun susu formula yang ada, tetap tidak bisa menyamai keunggulan yang terdapat dalam ASI," kata dia.

ASI, kata dia, selain harganya ekonomis tapi memiliki kualitas luar biasa karena juga mengandung zat imunitas yang berperan dalam membentuk kekebalan tubuh anak secara alami.

"Jadi tetap berikan ASI eksklusif pada bayi, baru pada usia 4-6 bulan mulai dikenalkan dengan makanan pendamping ASI, lalu secara bertahap kepada makanan lumat sampai dengan makanan lunak, sebelum akhirnya anak mampu makan makanan biasa," kata dia. 

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018