Jakarta (ANTARA News) -  Kamis (18/1) siang itu hujan cukup deras mengguyur kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur.  Halte transjakarta Kampung Melayu relatif ramai oleh penumpang yang wara-wiri menunggu armada sesuai tujuan mereka tiba atau hanya sekedar berteduh.

Tak jauh dari halte, terminal angkutan kota Kampung Melayu cukup lengang. Hanya armada sejumlah armada angkutan kota berwarna hijau telur asin terparkir di sana dan beberapa metromini yang baru tiba, usai menurunkan penumpang.

Di antara armada angkutan kota (angkot) yang terparkir, ada yang ditempeli stiker OK-2 di beberapa sisinya. Armada tujuan Kampung Melayu-Duren Sawit itu tak lain menjadi bagian dari program OK Otrip Pemda DKI Jakarta yang hampir memasuki masa sepekan.

Tak ada satu pun penumpang di dalam angkot yang terparkir paling depan. Kurang dari 10 menit, salah satu petugas yang mengenakan seragam bertuliskan Transjakarta menaiki angkot dan angkot pun berangkat.

Angkot nantinya akan melewati sejumlah kawasan yakni Jalan Cipinang Indah I, Jalan Pahlawan Revolusi, Jalan Kejaksaaan, Jalan Arafuru hingga Kecamatan Duren Sawit.

Joko Rahardjo, salah satu pengemudi mengatakan, penumpang biasanya ramai pada jam-jam orang-orang pulang kantor. Itu pun paling banyak hanya 10 orang ditambah satu petugas yang sudah naik di terminal.

"Ngetem di terminal enggak boleh lama. 10-15 menit saja. Walau penumpang enggak ada, tetap harus jalan. Biasanya nanti sore ramainya, 10 orang paling banyak. Sama bapak petugas jadi 11," ujar dia kepada ANTARA News di Terminal Kampung Melayu, Kamis (18/1).

Tunduk aturan

Joko mengatakan, berbeda saat mengemudikan angkot pada umumnya, pengemudi yang bergabung dalam program OK Otrip harus tunduk pada sejumlah aturan, antara lain soal waktu menunggu penumpang hingga perilaku berkendara. 

Soal waktu menunggu penumpang atau ngetem, pengemudi diberikan waktu maksimal 15 menit, itu pun hanya di terminal atau pool. Setelahnya mereka bisa mengangkut penumpang di titik-titik yang sudah ditentukan pihak berwenang.

Aturan lainnya menyoal kecepatan. "Kecepatan 40 km/jam. Enggak boleh lebih. Kami bawa mobil juga nyaman. Ngebut, diomelin. Kalau pelan (sesuai batas maksimal kecepatan, kami dinilai supir teladan jadinya," kata dia.

Hal senada diungkapkan pengemudi lainnya, Bakdi. Pria asal Magelang itu mengaku masih membiasakan diri mengemudikan armadanya kurang dari 40 km/jam.

"Biasanya kan nyupir mobil (pribadi), pelanggan inginnya cepat sampai. Baru sekarang nyoba nyupir angkot. Rutenya juga lewat perumahan, enggak bisa ngebut-ngebut," tutur dia.

Pengemudi OK Otrip juga tak boleh merokok selama berkendara. Joko menilai aturan ini bisa membuatnya perlahan mengurangi kebiasaan merokoknya.

"Ngerokok hanya berapa jam sekali. Sejam bisa empat batang. Ini dua jam bisa hanya sebatang. Ada bagusnya juga untuk kesehatan," ujar Joko.

Aturan lainnya yakni kewajiban pengemudi mengenakan seragam dan tampil rapi. 
 
Selain itu, pengemudi angkot khususnya rute Kampung Melayu-Duren Sawit biasanya terbagi dalam dua shift, pagi dan siang. Pagi pukul 5.00 WIB hingga 13.00 WIB. Lalu siang, pukul 13.00-21.30 WIB. Mereka tak lagi berkewajiban mengejar setoran harian.

"Enggak pusing ngudak-ngudak setoran. Ada pemerintah (yang bayar). Jadi supir ya beraninya di situ. Supir dijamin digaji sesuai UMR (DKI Jakarta). Waktu perjanjian, semangat semuanya," kata Joko.

Tak hanya untuk pengemudi, penumpang juga perlu mematuhi aturan yang ada, yakni menunggu di titik pemberhentian agar diangkut moda dan menggunakan kartu OK Otrip saat melakukan tap-in dan tap-out.


Penumpang menempelkan kartu Ok Otrip saat menaiki angkutan umum jurusan Kampung Melayu-Duren Sawit di Terminal Kampung Melayu, Jakarta, Senin (15/1). Uji coba satu rute dari Kampung Melayu hingga Duren Sawit tersebut bertujuan agar masyarakat dapat menikmati perjalanan menggunakan angkutan umum dengan biaya Rp3.500. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Manfaatkan "gratisan"

Selama masa program uji coba ini, pemerintah DKI Jakarta belum mengenakan tarif bagi pengguna OK Otrip. Walau begitu, mereka yang sudah memiliki kartu OK Otrip tetap harus melakukan tap-in dan tap-out pada alat yang tersedia di dashboard mobil.

Saldo mereka tak akan berkurang sekalipun sudah lebih dari tiga jam pemakaian. 

Lalu, bagi calon penumpang tanpa atau belum memiliki kartu, bisa menggunakan kartu petugas yang disediakan supir. Setelahnya, mereka bisa mengembalikan kartu pada supir. 

Kesempatan ini tak lantas disia-siakan calon penumpang. Gangga, Wati dan Muthia misalnya. Mereka yang memang tinggal di kawasan Duren Sawit mengaku sudah mencoba menggunakan armada OK Otrip sejak Senin (15/1).

"Sudah tiga hari kan. Enak sih ya. Enggak perlu harus ke depan dulu (kalau menggunakan angkot sebelumnya harus berjalan dulu). Mumpung gratis manfaatin saja dulu," ujar Wati.

Warga menjajal angkutan kota program OK-Otrip rute Kampung Melayu-Duren Sawit, Kamis (18/1). (ANTARA News/Lia Wanadriani Santosa)

Setali tiga uang dengan Wati serta rekannya, Sukmawati Genzolina dan Salma juga sudah menjajal program OK Otrip sejak beberapa hari lalu, meski belum memiliki kartu.

Mereka sudah terbiasa menunggu di titik-titik pemberhentian yang tersedia. Salma, yang merupakan pelajar SMP di kawasan Duren Sawit mengatakan, lokasi sekolah dan rumahnya tepat di dekat titik pemberhentian, sehingga tak perlu berjalan cukup jauh.


Titik pemberhentian perlu ditambah

Kendati sepanjang rute terminal Kampung Melayu-kecamatan Duren Sawit sudah tersedia beberapa titik pemberhentian untuk menurunkan dan mengangkut penumpang, namun sebagian penumpang mengaku titik itu cukup jauh dari tempat biasanya mereka turun.

Sukmawati, warga Cipinang Indah itu mengatakan harus berjalan beberapa meter ke titik pemberhentian agar diangkut armada. Belum lagi, di titik itu tak ada tempat berteduh, sehingga kala hujan datang, dia mengaku kerepotan berteduh.

"Harus jalan dulu, lumayan jauh ya," kata dia.

Salah satu petugas Transjakarta yang bertugas mengawasi pengemudi selama berkendara, Muhammad Renaldi berpendapat titik-titik pemberhentian perlu ditambah.

Menurut dia, kebanyakan penumpang mengeluhkan titik-titik yang terkadang jauh dan tak sesuai dengan tempat tujuan mereka.

"Titik-titik jaraknya terlalu jauh. Titiknya kadang tidak sesuai. Di sini kan perumahan. Titiknya kemungkinan bertambah. Petugasnya dibikinin form. Saran-saran dari warga dicatetin dan disampaikan ke atasan. Masalah titik atau plang itu yang paling banyak," tutur pria yang biasanya bertugas untuk koridor Harmoni-Kalideres itu.

Uji coba program OK Otrip akan berlangsung selama tiga bulan, terhitung sejak 15 Januari hingga 15 April mendatang. Ada empat rute yang diuji coba, yakni Kampung Melayu-Duren Sawit, Semper-Rorotan, Kampung Rambutan-Pondok Gede dan Lebak Bulus-Ragunan.

Program ini mengharuskan penumpang menggunakan kartu khusus OK Otrip yang sudah bisa didapatkan di 10 halte Transjakarta, yakni Kampung Melayu, Grogol 1 dan 2, Enggano, Lebak Bulus, Penas Kalimalang, Harmoni, Kalideres, Tanjung Priok, Matraman 1 dan 2, serta Dukuh Atas 2.

Harga kartu yakni Rp 40.000, dan berisi saldo Rp 20.000. Usai membeli kartu, petugas Transjakarta akan memintai nama, nomor telepon dan email pengguna untuk didata.

Nantinya, kartu yang sudah dibeli tak bisa dipindahtangankan seperti kartu Transjakarta.    

Lalu, selama masa uji coba, warga yang sudah mempunyai kartu OK Otrip tak dikenakan biaya saat menggunakan moda angkot. Mereka baru mengeluarkan biaya bila menggunakan moda Transjakarta, yakni sebesar Rp 3.500.


Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018