Karakas (ANTARA News) - Presiden Venezuela Nicolas Maduro tampak yakin kembali mencalonkan diri dalam pemilihan presiden pada akhir April, saat kaum Sosialis berkuasa berharap mengalahkan oposisi meski terjadi krisis ekonomi dan sanksi luar negeri.

Pemimpin itu, yang dikecam penentangnya sebagai diktator, yang menghancurkan perekonomian negara anggota OPEC tersebut, mengatakan akan mencalonkan diri jika Partai Sosialis berkuasa memintanya, bahkan saat warga Venezuela harus bergelut dengan rak kosong dan inflasi tercepat di dunia.

"Saya siap menjadi calon," katanya kepada wartawan pada Selasa.

Mantan pengemudi bus berusia 55 tahun itu, yang menggantikan Hugo Chavez pada 2013, mendapat keuntungan dari mesin politik tangguh, dewan pemilihan nasional dan dukungan inti dari orang miskin Venezuela, yang bergantung pada pembagian makanan.

Kritikus dari politisi oposisi hingga kekuatan Barat meragukan pihak berwenang akan mengizinkan pemungutan suara secara bebas dan adil, mengingat pembatasan beberapa tokoh oposisi agar tidak mencalonkan diri dan penyalahgunaan sumber daya negara dalam berkampanye.

Beberapa pihak mengkhawatirkan terjadinya kecurangan terbuka.

"Ini bukan pemilihan umum, ini adalah pendudukan militer dengan dewan pemilihan yang curang," kata aktivis oposisi garis keras Maria Corina Machado, mengacu pada peran utama angkatan bersenjata dan pemerintahan pro-Maduro di masa lalu.

Dengan mengumumkan pemilihan presiden yang akan diadakan pada akhir April, badan legislatif super pro-pemerintah menyebut penyelenggaraan pemilihan umum di Venezuela merupakan bukti lebih lanjut tentang kelangsungan demokrasi meskipun ada sanksi internasional baru-baru ini.

Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa telah mengambil tindakan untuk melawan pemerintah Venezuela mengenai tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi, melukai citra pemerintah dan membuat bank-bank tidak bekerja sama dengan Caracas.

Maduro mengecam Uni Eropa karena menjatuhkan sanksi "keras" pekan ini terhadap tujuh pejabat senior Venezuela, termasuk larangan bepergian dan pembekuan aset. Ia membidik perdana menteri konservatif Spanyol.

"Mariano Rajoy, berjaga-jagalah, temanku, karena orang-orang akan menamparmu," kata Maduro, diapit anggota kabinet dan istrinya Cilia Flores, yang dia sebut sebagai "Pejuang Pertama".

Jika pemungutan suara presiden dianggap sebagai penipuan, sanksi asing yang lebih berat bisa dijatuhkan, termasuk dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang telah menunjukkan sikap oposisi terhadap Maduro sebagai ciri menonjol dari kebijakan luar negerinya.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert mengatakan pada Selasa bahwa dia tidak berpikir akan menjadi ide bagus bagi Maduro untuk mencalonkan kembali.

Dan sebuah kelompok regional beranggota 14 negara yang mencakup Kanada, Meksiko dan Peru mengatakan bahwa sebuah pemilihan yang diadakan saat ini tidak akan memiliki legitimasi.

"Kami menuntut pemilihan presiden diadakan dengan waktu tunggu memadai," kata kelompok itu, yang disebut Lima Group, dalam pernyataan bersama. Mereka menambahkan bahwa semua aktor politik dan pemerhati internasional mandiri harus diizinkan ambil bagian.

Pewarta: -
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018