Santiago (ANTARA News) - Kelompok negara Amerika Latin pada Selasa mengkritik keputusan Venezuela untuk mengadakan pemilihan presiden pada akhir April, dengan mengatakan bahwa pemilihan yang diadakan di bawah kondisi sekarang tidak akan memiliki legitimasi.

Negara-negara yang disebut sebagai Kelompok Lima itu, yang anggotanya termasuk Brazil, Argentina, Peru dan Meksiko meminta Venezuela untuk membebaskan tahanan politik setelah pertemuan di Santiago.

Sebelumnya pada Selasa, Presiden Venezuela Nicolas Maduro, yang dikecam para penentangnya sebagai seorang diktator yang telah menghancurkan ekonomi negara anggota OPEC itu, mengatakan bahwa dia akan mencalonkan diri lagi jika Partai Sosialis yang berkuasa memintanya.

Mantan pengemudi bus berusia 55 tahun itu, yang menggantikan Hugo Chavez pada 2013, mendapat keuntungan dari mesin politik tangguh, dewan pemilihan nasional dan dukungan inti dari orang miskin Venezuela, yang bergantung pada pembagian makanan.

Kritikus dari politisi oposisi hingga kekuatan Barat meragukan pihak berwenang akan mengizinkan pemungutan suara secara bebas dan adil, mengingat pembatasan beberapa tokoh oposisi agar tidak mencalonkan diri dan penyalahgunaan sumber daya negara dalam berkampanye.

Beberapa pihak mengkhawatirkan terjadinya kecurangan terbuka.

"Ini bukan pemilihan umum, ini adalah pendudukan militer dengan dewan pemilihan yang curang," kata aktivis oposisi garis keras Maria Corina Machado, mengacu pada peran utama angkatan bersenjata dan pemerintahan pro-Maduro di masa lalu.

Dengan mengumumkan pemilihan presiden yang akan diadakan pada akhir April, badan legislatif super pro-pemerintah menyebut penyelenggaraan pemilihan umum di Venezuela merupakan bukti lebih lanjut tentang kelangsungan demokrasi meskipun ada sanksi internasional baru-baru ini.

Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa telah mengambil tindakan untuk melawan pemerintah Venezuela mengenai tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi, melukai citra pemerintah dan membuat bank-bank tidak bekerja sama dengan Caracas.

Maduro mengecam Uni Eropa karena menjatuhkan sanksi "keras" pekan ini terhadap tujuh pejabat senior Venezuela, termasuk larangan bepergian dan pembekuan aset.

Jika pemungutan suara presiden dianggap sebagai penipuan, sanksi asing yang lebih berat bisa dijatuhkan, termasuk dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang telah menunjukkan sikap oposisi terhadap Maduro sebagai ciri menonjol dari kebijakan luar negerinya.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert mengatakan pada Selasa bahwa dia tidak berpikir akan menjadi ide bagus bagi Maduro untuk mencalonkan kembali, demikian Reuters.

(Uu.G003)

Pewarta: LKBN Antara
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018