Istanbul (ANTARA News) - Turki menahan total 150 orang karena "menyebarkan propaganda teroris" di media sosial tentang kampanye militernya melawan milisi Kurdi di Suriah sejak operasi dimulai pada akhir pekan, kata media pemerintah, Rabu.

Serangan tersebut menargetkan YPG Suriah Kurdi yang didukung Amerika Serikat, yang dipandang oleh Ankara sebagai kelompok teroris dan perpanjangan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah melakukan perlawanan di tenggara Turki yang mayoritas dihuni etnis Kurdi sejak 1984.

Politisi, wartawan dan pegiat termasuk di antara mereka yang telah ditangkap karena pernyataan di media sosial mereka, menurut Partai Demokratik Rakyat Kurdistan (HDP), partai oposisi terbesar kedua di parlemen.

Polisi telah melakukan operasi di 31 provinsi, dengan 11 tersangka ditahan dalam tahanan saat persidangan ditunda dan tujuh orang dibebaskan, kata kantor berita pemerintah Anadolu, mengutip pejabat polisi. Pemeriksaan terhadap 132 yang lain terus berlanjut, katanya.

"Pejabat polisi mengatakan bahwa akun media sosial dipantau tanpa henti dan bahwa semua pengguna yang menyebarkan propaganda kelompok teror akan diadili," kata Anadolu.

Ankara telah memberlakukan tindakan keras sejak sebuah kudeta yang gagal pada tahun 2016 yang menurut para kritikus telah secara tidak adil menargetkan politisi pro-Kurdi.

Beberapa anggota parlemen HDP telah dipenjara karena tuduhan terorisme, yang mereka bantah.

Secara total, lebih dari 50.000 orang telah dipenjara dan diadili sejak upaya kudeta yang gagal dan 150.000 telah dipecat atau diskors dari pekerjaan mereka. Pemerintah mengatakan langkah itu diperlukan mengingat ancaman keamanan yang dihadapi Turki.

Sementara itu Presiden Erdogan pada Minggu memperingatkan pendukung HDP, partai terbesar ketiga parlemen, untuk tidak menunjukkan menentang operasi militer tersebut, dengan mengatakan bahwa pasukan keamanan akan mengawasi mereka jika mereka melakukannya.

Pada Senin, kantor gubernur Ankara mengatakan bahwa pihaknya melarang semua demonstrasi, pertemuan, konser dan perkumpulan serupa di seluruh penjuru ibu kota, selama "Operasi Cabang Zaitun" sedang berlangsung.

Lebih dari 50.000 orang telah ditangkap sejak kudeta yang gagal pada Juli 2016, dan 150.000 telah dipecat atau diskors dari pekerjaan mereka. Pemerintah mengatakan langkah itu diperlukan mengingat ancaman keamanan yang dihadapi Turki.

Freedom House, badan pengawas berpusat di Washington, menurunkan peringkat Turki menjadi "tidak bebas" dari "sebagian bebas" dalam laporan tahunan pada bulan ini, demikian Reuters melaporkan.

(Uu.SYS/G003)

Pewarta: antara
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018