Jakarta (ANTARA News) - Upaya mengurangi jumlah anak bergizi buruk (stunting) tidak maksimal karena persoalan koordinasi, kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK) LIPI Tri Nuke Pudjiastuti yang juga merupakan Ketua Tim Pakar Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) XI 2018.

"Target konkret pemerintah dengan program menurunkan angka stunting di 100 kabupaten-kota perlu dihargai karena ada upaya saling sinergi. Sebenarnya memang ada intervensi berbeda-beda untuk mengentaskan stunting sehingga tidak maksimal," kata Nuke usai peluncuran WNPG XI 2018 di Jakarta, Senin.

Nuke mengatakan persoalan dominan yang mengakibatkan upaya pengentasan angka stunting di Indonesia adalah tidak berjalannya koordinasi antara pemerintah di pusat dengan di daerah. Butuh terobosan besar untuk menyelesaikannya karena persoalannya selama ini tidak hanya stuntingnya, tapi kebijakan-kebijakan dari pusat yang tidak dijalankan di provinsi hingga ke desa-desa.

Persoalan selanjutnya, menurut dia, perilaku yang ada masyarakat. Contoh ada "kepercayaan" ibu hamil tidak bisa makan ikan karena takut amis, padahal konsumsi ikan penting untuk keseimbangan gizi ibu hamil.

Menurut Nuke, jika koordinasi berjalan baik maka dirinya meyakini presentase penurunan angka stunting di Indonesia bisa maksimal dalam satu periode RPJMN. Keyakinan itu berdasar pada kondisi masa lampau di mana posyandu yang berfungsi baik mampu memberi perubahan pada perilaku masyarakat.

`Jadi banyak faktor yang mempengaruhi. Sikap pimpinan daerah juga sangat mempengaruhi," ujar dia.

Gizi buruk

Sementara itu, Plt Kepala LIPI Bambang Subiyanto mengatakan manusia berdaya saing, tenaga kerja yang terampil yang bisa beradaptasi dengan perubahan global sangat diperlukan. Namun dalam jangka panjang ternyata ada persoalan serius dalam upaya menyiapkan sumber daya manusia yang berdaya saing tersebut, yakni banyaknya anak yang lahir dalam kondisi gizi buruk atau disebut stunting.

Indonesia merupakan negara lima terbesar di dunia dalam jumlah angka stunting, padahal masuk jajaran negara-negara G20. Indonesia juga salah satu negara yang belum masuk Millennium Development Goals (MDGs), dan kondisi ini bukan baru diketahui pemerintah.

Lebih lanjut Bambang mengatakan banyak program bagus untuk mengentaskan stunting dijalankan tapi hasilnya tidak signifikan. Masalah stunting tidak bisa diselesaikan hanya oleh mereka yang ada di sektor kesehatan, karena banyak pihak di berbagai sektor harus terlibat, mulai dari pendidikan, pertanian, hingga industri juga harus ikut mengatasi persoalan ini.

"Peru mampu menurunkan stunting dari angka 58 persen di 2006 menjadi 28 persen di 2009, lalu empat persen di 2015. Padahal Peru belajar dari Indonesia dulunya untuk menurunkan angka stunting," lanjutnya.

Ini, menurut Bambang, yang juga menjadi tantangan bagi pelaksanaan WNPG XI yang akan digelar pada 3-4 Juli 2018 di Jakarta, dengan tema Percepatan penurunan stunting melalui revitalisasi ketahanan pangan dan gizi dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Harapannya ini mampu memberikan rekomendasi kebijakan terkait upaya penurunan stunting di Indonesia. Dan rekomendasi tersebut akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo dengan harapan bisa dijalankan di RPJMN berikutnya.

Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018