Jakarta (ANTARA News) -Angkatan puisi esai adalah tonggak baru sastra Indonesia yang berbeda dengan angkatan sastra sebelumnya, kata wartawan senior Satrio Arismunandar dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa.

"Angkatan puisi esai ingin mengembalikan puisi kepada masyarakat dan yang bukan penyair boleh ambil bagian," kata Satrio, yang juga pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) .

Satrio mengemukakan dirinya bukan penyair namun telah menulis buku soal korupsi dalam bentuk puisi esai seperi halnya seorang dosen, aktivis atau peneliti yang sudah menulis maupun membuat buku dalam bentuk puisi esai.

Menurut Satrio, kontroversi kemunculan puisi esai pada Januari 2018 akan terus berlanjut yang dipicu mometum penerbitan 34 buku puisi esai dari 34 provinsi seluruh Indonesia.

Karya puisi esai dari seluruh provinsi itu ditulis 170 penyair, penulis, aktivis, peneliti dan jurnalis dari Aceh hingga Papua.

Penerbitan kelahiran angkatan baru puisi esai di Indonesia itu memunculkan pro dan kontra dari sejumlah penyair dan sastrawan.

Beberapa sastrawan membuat petisi penolakan terhadap program "Penulisan Buku Puisi Esai Nasional" yang digagas Denny Januar Ali (Denny JA).

Berdasarkan informasi petisi penolakan itu telah didukung 549 orang dengan alasan program puisi esai tersebut telah membuat "penggelapan sejarah, pembodohan, pengeliruan definisi ilmiah dan segala praktik manipulatif lain dalam kesusastraan Indonesia".

Namun Satrio menyatakan seseorang bebas berkarya dan mengklaim pada era demokrasi sehingga masyarakat yang menilai.

Update : perbaikan judul 10.00WIB 02/02/2017

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018