Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas-PA) Arist Merdeka Sirait menyatakan pendidikan melalui PAUD harus diutamakan agar kasus-kasus kejahatan bisa dideteksi secara dini.

"Supaya bisa diantisipasi untuk penanganannya, dan disosialisasikan bahaya yang bisa terjadi," katanya dalam pernyataan di Jakarta, Kamis.

Arist pada Rabu (31/1) menjadi narasumber pada seminar "Parenting dan Pendampingan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)" di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Intiland Teduh, Karet Tengsin, Jakarta Pusat.

Pada kesempatan itu, ratusan kader pengajar PAUD beserta kader PKK mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana cara mendeteksi secara cepat dan sejak dini tentang kekerasan yang mengancam anak, terutama anak-anak yang tinggal di daerah padat penduduk, yang notabene sangat rentan dengan kekerasan.

Anak-anak di Indonesia, khususnya di Jakarta, kata dia, rentan terhadap bahaya yang merusak masa depan anak.

Misalnya, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ancaman pedofilia, lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dan lain-lain. Untuk memutus mata rantai, kata dia, maka pendekatan keamanan, pendidikan melalui PAUD harus diutamakan.

Karena itulah, ia mendukung penuh kebeberadaan perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial (CSR) untuk melindungi dan membina anak-anak, supaya mereka bisa terselamatkan dari bahaya LGBT, kejahatan seksual, bahkan kejahatan seksual dalam jaringan (online).

"Supaya tidak terjadi itu, tentu semua pihak harus terus lakukan sosialisasi dan sebaiknya sejak dini melalui PAUD sudah harus dilakukan," kata Arist Merdeka Sirait.

"Tentu kita tidak bisa mempersalahkan daerah padat penduduk. Tetapi di sana dimungkinkan dan sangat kecenderungan adanya praktik-praktik kekerasan, eksploitasi dan kejahatan terhadap anak," katanya.

Untuk memutus mata rantai, maka pendekatan bisa melalui keamanan untuk anak-anak. Tapi bisa juga dirancang melalui pendekatan pendidikan, seperti PAUD, yang harus dipersiapkan pengelola PAUD-nya, yakni gurunya dan sumber daya manusianya.

Pewarta: Andi Jauhary
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018