Jakarta (ANTARA News) - Nazma Khan baru berusia 11 tahun ketika dirinya pindah ke Amerika Serikat (AS) dari Bangladesh.

Saat masuk sekolah menengah pertama di negeri impian tersebut, Nazma yang masih sangat belia itu sudah mengalami diskriminasi karena busana yang dikenakannya dianggap tidak biasa. Di sekolahnya, Nazma merupakan satu-satunya siswi yang mengenakan kerudung, yang menandainya sebagai seorang muslimah.

"Tumbuh besar di Bronx, New York City, saya mengalami diskriminasi karena hijab saya. Waktu di sekolah menengah pertama, saya adalah `batman` atau `ninja`," kata Nazma dalam situs resmi World Hijab Day, sebuah gerakan yang kini berkembang menjadi organisasi nirlaba dunia.

Ia mengatakan pula, "Ketika saya masuk universitas setelah peristiwa 9/11, saya dipanggil Osama bin Laden atau teroris. Hal itu sangat mengganggu. Saya berpikir bahwa satu-satunya cara untuk mengakhiri diskriminasi ini adalah jika kita minta saudari/saudari kita untuk memiliki pengalaman mengenakan hijab sendiri."

Di negara-negara barat seperti AS, busana muslimah yang menutup seluruh tubuh dengan kain yang tebal, berukuran besar, dan berwarna tidak mencolok dianggap sebagai simbol penekanan dan penindasan terhadap perempuan.

Walau kebebasan telah menjadi tema kampanye global, tidak sedikit para muslimah yang mengenakan hijab masih mengalami pelecehan dalam bentuk verbal atau perlakuan yang tidak menyenangkan di tengah masyarakat yang sekuler. Hal ini terutama dialami oleh mereka yang hidup di negara-negara Barat, tempat Muslim merupakan masyarakat minoritas.

World Hijab Day (WHD) atau Hari Hijab Dunia yang diawali oleh seorang Nazma, seorang muslimah AS yang didiskriminasi karena busana yang dipakainya, diperingati setiap 1 Februari sejak 2013.

Bermula di AS, WHD kini memiliki ribuan pendukung di seluruh dunia, dan lebih dari 70 duta dari lebih 45 negara, termasuk dari Indonesia. Para duta ini memiliki latar belakang yang berbeda, dari siswa sekolah menengah atas hingga anggota kongres di Filipina.

Gerakan dan organisasi WHD bahkan telah mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh terkenal dunia, dan beragam kegiatannya diliput oleh media massa ternama, termasuk New York Times, BBC, CNN, Al-Jazeera, dan Huffington Post. Majalah Time bahkan memasukan WHD dalam kalendernya.

Anggota Dewan dari negara bagian New York David Weprin menyatakan dukungannya untuk WHD.

Dengan kejahatan karena kebencian terhadap orang-orang Muslim-Amerika yang meningkat tiga kali lipat pada tahun 2016, menurut dia, penting bagi kita saat ini untuk bersama-sama dengan sesama orang Amerika pada Hari Hijab Dunia.

Berakar pada prinsip kebebasan beragama dan kebebasan Amerika, gerakan Hari Hijab Dunia berusaha untuk mengakhiri diskriminasi dan penghakiman dengan mengenakan hijab.

Hijab

Arti kata "hijab" dalam bahasa Arab sesungguhnya adalah penghalang atau penutup. Berkenaan dengan busana muslimah yang disebutkan di dalam Alquran, dikenal dengan istilah "jilbab" yang berarti pakaian yang menutup seluruh badan hingga mata kaki, dan "khimar" atau kerudung yang dikenakan untuk menutup rambut hingga dada.

Memakai jilbab dan kerudung merupakan salah satu perintah dalam Islam yang diwajibkan bagi wanita yang telah dewasa.

Dalil-dalil agama yang menjelaskan mengenai perintah ini menegaskan bahwa tujuan dari mengenakan jilbab dan kerudung adalah agar para muslimah dapat dikenali dan tidak diganggu. Busana ini harus dikenakan oleh para muslimah ketika berada di luar rumah mereka atau saat ada lelaki dewasa yang bukan merupakan anggota keluarga inti berkunjung.

Bentuk, cara memakai busana muslimah serta batasan-batasan lainnya diatur secara jelas dan perinci dalam dalil-dalil Islam yang sesungguhnya tidak boleh berubah karena peralihan zaman.

Namun, ketika busana muslimah makin populer di tengah masyarakat, istilah hijab pun menjadi jamak disebut untuk merujuk pada busana muslimah walau seseorang baru mengenakan kerudung dan belum memakai jilbab, atau memakai tutup kepala namun belum memenuhi syarat sesuai dengan dalil agama.

Di Indonesia, model busana muslimah berkembang sangat pesat, termasuk dalam hal bentuk dan warna yang sangat beragam, serta aksesori yang menyertainya, seperti peniti dan bros yang disematkan pada kerudung yang sedang dikenakan agar lebih rapih sekaligus sebagai penghias busana.

Busana muslimah demikian yang dijuluki "hijab modis" kian diminati oleh mereka yang bekerja di dunia publik, penampilan merupakan tuntutan yang harus dipenuhi.

Dengan mengenakan "hijab modis", para muslimah berharap telah menunaikan perintah agama sembari bisa tetap beraktivitas di ruang publik.

Setiap perempuan memiliki kisah masing-masing tentang bagaimana mereka mulai mengenakan busana muslimah.

Pada peringatan WHD 2018 di Jakarta pada tanggal 1 Februari, Duta World Hijab Day asal Indonesia Amaliah Begum menuturkan bahwa dirinya mengenakan jilbab dan kerudung setelah melakukan pengamatan dan pengkajian yang relatif cukup lama sejak masih di sekolah menengah atas.

"Saya seorang `perfectionist`. Oleh karena itu, saya ingin benar-benar paham sebelum memakai hijab," ucap Amaliah yang juga seorang "social enterpreneur" (pengusaha yang memiliki tujuan sosial).

Peringatan WHD di pusat kebudayaan Amerika, @america di Jakarta. Digelar dalam bentuk gelar wicara bersama empat pembicara muslimah dari Indonesia, Malaysia, Amerika Serikat, dan Inggris.

Para muslimah tersebut bersama para peserta kegiatan saling berbagi pengalaman tentang kisah pribadi mereka ketika pertama kali memutuskan memakai jilbab dan kerudung, serta tantangan yang mereka hadapi di tengah keluarga dan masyarakat.

Pewarta: Libertina W. Ambari
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018