Jakarta (ANTARA News) - Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, yang dikenal dengan panggilan Kak Seto, antara lain menyampaikan gagasan mengenai gerakan Saya Sayang Anak (Sasana) saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo pada Senin.

"Kami melaporkan beberapa hal, salah satu yang mendapatkan sambutan hangat adalah gagasan mengenai Gerakan Sasana," katanya usai pertemuan dengan Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.

Gerakan Sasana, menurut dia, merupakan kampanye yang ditujukan untuk mengajak semua semua unsur dalam masyarakat menjadi sahabat anak.

"Bahkan nanti Presiden menjadi sahabat anak, menteri sahabat anak, terus turun kepada guru, orangtua sahabat anak, sehingga tidak ada lagi kekerasan kepada anak karena semua memperlakukan anak sebagai teman atau sahabat," tutur Seto.

Dalam pertemuan dengan Presiden, LPAI juga menyampaikan gagasan pembentukan Satuan Tugas Perlindungan Anak di tingkat RT dan RW.

"Ini kami sudah laporkan, dan pertama kali pada lima tahun lalu direalisasikan Tangsel, di mana seluruh RT dan RW-nya dilengkapi dengan Satgas Perlindungan Anak, sekarang kami arahkan menjadi Satgas Sahabat Anak," ujarnya.

Selain di Tangerang Selatan, satuan tugas semacam itu sudah ada di Kabupaten Banyuwangi dan Bengkulu Utara. "Ini sebentar lagi ada di DKI Jakarta, tapi baru dibuka di Kemanggisan. Mudah-mudahan disusul di tempat lain dan Beliau memberikan dukungan terhadap gagasan itu," tambahnya.

Di samping itu, LPAI menyampaikan perlunya mempopulerkan Gerakan Mendongeng, permainan tradisional di kalangan anak-anak.

"Bahkan kami menyampaikan kalau bisa pinjam lokasi di istana untuk anak anak berkumpul dan nanti mohon Presiden, menteri mendongeng, juga ada permainan tradisional seperti engklek, egrang, gobak sodor dan lain-lain," katanya.

Menurut dia, Presiden meminta gagasan itu dapat diwujudkan pada Mei 2018 bersamaan dengan Hari Pendidikan Nasional. "Suasana sekolah nantinya penuh dengan persahabatan, tidak ada paksaan, kekerasan sehingga ada suasana damai," katanya.

LPAI juga melaporkan mengenai masalah LGBT. "Kami laporkan di beberapa tempat ada perkosaan, korban bukan hanya anak perempuan, tetapi juga perlu diwaspadai korban perkosaan terhadap anak laki-laki," imbuhnya.

Dalam kesempatan itu Seto menjelaskan pula mengenai keberadaan LPAI, yang sebenarnya sudah dibentuk sejak 1997, namun kemudian namanya diubah menjadi Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

"Namun kami menyadari bahwa istilah komisi hanya untuk lembaga negara, akhirnya kami kembali ke khittah menjadi LPAI," demikian Seto Mulyadi.


Pewarta: Agus Salim
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018