Jakarta (ANTARA News) - Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap penyakit kanker masih rendah dan menjadi penyebab tingginya kasus kanker di Indonesia, kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Mohamad Subuh.

Subuh mengungkapkan bahwa hanya sekira 12 persen saja penduduk Indonesia yang melakukan deteksi dini guna pencegahan kanker.

"Tahun 2017 kami sudah lakukan tes IVA pada tiga juta perempuan Indonesia. Tapi itu masih jauh sekali, sasaran kita harusnya 37 juta perempuan Indonesia lakukan deteksi dini," kata Subuh kepada wartawan di kantor Kemenkes, Jakarta, Senin.

Ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasional Profesor Soehartati Gondhowiardjo mengungkapkan hanya 3,5 persen perempuan Indonesia yang melakukan tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dan hanya 7,7 persen yang melakukan papsmear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks.

Soehartati yang akrab disapa Prof Tati itu menyebutkan sekira 70 persen pasien kanker datang ke rumah sakit saat sudah stadium lanjut.

"Yang banyak di masyarakat itu diabaikan, akhirnya menjadi luka, tidak sembuh-sembuh, baru dibawa ke dokter," kata dia.

Subuh menjabarkan faktor risiko penyakit kanker tidak hanya dari sisi klinis, namun juga dari faktor lainnya seperti pengetahuan, lingkungan, dan kepedulian masayarakat akan kanker itu sendiri.

Ia mengatakan masyarakat harus diedukasi segala hal tentang kanker, termasuk faktor risiko secara klinis yang menyebabkan penyakit itu muncul.

Saat pengetahuan tentang kanker sudah disosialisasikan diharapkan perilaku masyarakat berubah menjadi lebih sehat dengan menjaga pola makan, olahraga teratur, dan menjauhi perilaku pemicu kanker.

Kemenkes melaksanakan sosialisasi dan edukasi tentang kanker pada penyuluh dari berbagai provinsi yang nantinya akan bertindak untuk mengedukasi pengetahuan tentang kanker kepada masyarakat.

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018