Medan (ANTARA News) - Lembaga Konservasi Yayasan Orangutan Sumatera Lestari (YOSL)/Orangutan Information Centre (OIC) dalam kurun waktu lima tahun yakni dari tahun 2012 hingga 2017 berhasil menyelamatkan 137 orangutan baik melalui evakuasi maupun penyitaan dari masyarakat.

Direktur Lembaga Konservasi Yayasan Orangutan Sumatera Lestari (YOSL)/Orangutan Information Centre di Sumatera, Panut Hadisiswoyo yang dihubungi dari Medan, Rabu, mengatakan keberadaan orangutan perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak.

Mengingat keberadaannya yang terus semakin terancam seiring dengan beralih fungsinya hutan yang menjadi habitatnya menjadi perkebunan di beberapa daerah.

"Perubahan fungsi hutan menjadi lahan perkebunan maupun pertanian memang menjadi ancaman terbesar terhadap populasi orangutan, karena perubahan habitat sangat mempengaruhi kemampuan orangutan dalam melangsungkan hidupnya," kata Panut.

Perubahan habitat tersebut dapat berupa kehilangan, kerusakan, dan fragmentasi habitat akibat konversi lahan hutan menjadi perkebunan skala besar, pengusahaan hutan yang salah, perambahan, illegal logging, dan kebakaran.

Dalam beberapa kasus, pihaknya menemukan orangutan yang terjebak di areal perkebunan sawit karena arela tersebut sebelumnya memang merupakan hutan yang menjadi habitatnya.

"Kita terpaksa melakukan evakuasi terhadap orangutan yang terjebak di areal perkebunan tersebut dan memindahkannya ke hutan. Selain perubahan hutan menjadi perkebunan, perburuan juga menjadi ancaman bagi orangutan," katanya.

Ia mengatakan kecenderungan konflik manusia-orangutan di Sumut kurang lebih sama dengan di Aceh, sedangkan kecenderungan memelihara orangutan ilegal lebih tinggi di Aceh.

Pelaku perburuan orangutan lebih banyak di daerah Aceh, hal ini berdasarkan data dan temuan dari mitra organisasi.

Kecenderungan konflik di Aceh banyak terjadi di Aceh Selatan (Bakongan dan Trumon), sedangkan di wilayah Sumut, kecenderungan konflik tertinggi ada di Sei Lepan dan Besitang.

"Hal ini berbanding lurus dengan pembukaan tutup hutan yang tinggi di daerah tersebut," katanya.

Pewarta: Juraidi
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018