Jakarta (ANTARA News) - Tim Peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Dr drg Amaliya mengatakan risiko produk tembakau alternatif lebih rendah dibandingkan produk tembakau yang dibakar.

"Jika dibandingkan dengan rokok, produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah karena konsumsinya tidak dengan cara dibakar sehingga tidak menghasilkan TAR. Hilangnya TAR ini merupakan kunci atas penurunan risiko tersebut," ujar Amaliya di Jakarta, Senin.

Sebagian besar masyarakat, kata dia, menghubungkan nikotin dengan tembakau. Padahal, nikotin sendiri merupakan senyawa kimia organik kelompok alkaloid yang dihasilkan secara alami tidak hanya pada tembakau tetapi juga pada suku terung-terungan (Solanaceae).

Merujuk pada definisinya sebagai senyawa kimia organik, nikotin yang dikonsumsi pada konsentrasi tinggi seperti yang terdapat dalam produk tembakau dapat menimbulkan kecanduan, namun tidak menyimbulkan berbagai penyakit yang biasanya disebutkan dalam label kemasan produk tembakau yang dibakar.

"Kebanyakan orang mengira bahwa nikotin adalah zat paling berbahaya pada rokok. Padahal, justru TAR yang lebih berbahaya karena dapat menjadi penyebab bagi penyakit-penyakit serius seperti kanker, serangan jantung, dan sebagainya."

TAR dibentuk dari proses pembakaran rokok. Sementara produk tembakau alternatif tidak dibakar sehingga tidak menghasilkan TAR.

"Vape, misalnya, dipanaskan bukan dibakar, sehingga menghasilkan uap bukan asap," jelas Amaliya.

Meski terbilang memiliki risiko kesehatan yang rendah, pemerintah akan segera menerapkan tarif cukai produk tembakau alternatif termasuk vape pada 1 Juli 2018 dalam kategori hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). Angka yang dipatok di 57 persen, yaitu lebih tinggi daripada rata-rata pengenaan cukai rokok saat ini.




Peringkat keempat

Dari HPTL yang mayoritas merupakan vape, diperkirakan akan menyumbang penerimaan negara sebesar Rp57 miliar dalam setahun.

Saat ini, Indonesia menempati peringkat ke-empat di dunia dalam hal konsumsi tembakau.

Kondisi ini membuat Pemerintah harus mengeluarkan biaya Rp107 miliar per tahun untuk membiayai penyakit akibat produk tembakau yang dibakar.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Marsudi Syuhud, menyatakan bahwa penggunaan vape bukan sebuah perbuatan dosa.

"Berdasarkan pembahasan di NU tentang rokok, hukum rokok yang dikonsumsi dengan cara dibakar tidak sampai pada tingkatan haram, melainkan hukumnya adalah makruh, yaitu sebaiknya tidak dilakukan namun jika dilakukan tidak berdosa dan jika tidak dilakukan mendapatkan pahala dari Allah SWT," kata Marsudi.

Pewarta: Indriani
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018