Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pertumbuhan dan ekspor industri mengalami lonjakan tajam, yang terjadi pada sektor pengolahan logam dan mineral. 

Hal ini karena kebijakan hilirisasi industri yang didorong Kementerian Perindustrian dalam upaya meningkatkan nilai tambah sumber daya alam Indonesia.

“Kita punya beberapa klaster industri baja. Sektor ini sebagai mother of industry. Di Cilegon misalnya, kapasitas produksi hari ini mendekati lima juta ton per tahun dan ditargetkan mencapai 10 juta ton pada tahun 2025,” kata Airlangga melalui keterangannya di Jakarta, Rabu.

Selain itu, lanjut Menperin, Indonesia juga memiliki klaster industri baja di Morowali, Sulawesi Tengah. 

“Sebelumnya, kita mengekspor yang namanya nickel ore, tetapi saat ini kita sudah memproduksi tiga juta ton nickel pig iron dan 1,5 juta ton produk tengahnya berupa stainless plat,” ungkapnya. 

Kemudian, lanjutnya, di kawasan industri Konawe, Sulawesi Tenggara akan menghasilkan nickel pig iron sebanyak dua juta ton pada tahun 2018. 

“Jadi, di akhir tahun ini, kita akan punya baja berbasis nikel hampir empat juta ton atau setara dengan produksi seluruh Eropa. Tahun depan, kita naikkan targetnya mencapai lima juta ton dan akan bisa menjadi produsen stainless steel terbesar kedua di dunia,” jelasnya.

Airlangga menegaskan, pihaknya terus berupaya memperdalam struktur industri nasional. Tujuannya agar bisa masuk di dalam rantai pasok global. 

“Di Batulicin, Kalimantan Selatan, sedang dibangun pabrik dengan kapasitas produksi carbon steel sebesar dua juta ton. Kita lihat yang berbasis alumunium, juga akan meningkat dari produksi di Kalimantan Barat,” imbuhnya.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), industri logam dasar merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi sebesar 7,05 persen pada kuartal IV tahun 2017. Capaian ini di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,07 persen tahun 2017.

Di samping itu, kelompok industri logam, mesin dan elektronik mencatatkan sebagai subsektor yang menunjukkan perkembangan investasi terbesar kedua di Indonesia, dengan kontribusi sebesar Rp64,10 triliun. 

Capaian ini di atas perolehan investasi dari industri kimia dan farmasi sebesar Rp48,03 triliun. Sedangkan, yang tertinggi dari industri makanan sebesar Rp64,74 triliun.

“Pemerintah terus berkomitmen untuk menjalankan kebijakan pengembangan daya saing investasi di Tanah Air. Hal ini terlihat dari kenaikan peringkat ease of doing business. Kemudian, pemerintah juga tengah berupaya untuk memberikan insentif fiskal guna memberikan daya tarik bagi industri,”tuturnya.

Misalnya, pemberian fasiitas tax allowance untuk sektor industri padat karya berorientasi ekspor. 

Selain itu, tax allowance sebesar 200 persen bagi industri yang mengembangkan pendidikan vokasi, serta tax allowance 300 persen bagi perusahaan yang aktif dalam kegiatan riset dan pengembangan (R&D).

Airlangga menambahkan, alasan utama mengapa investor asing berminat menanamkan investasi di Indonesia adalah potensi pertumbuhan pasar domestik serta kondisi pasar domestik saat ini. 

Selanjutnya, tenaga kerja dengan upah yang lebih kompetitif serta adanya basis distribusi untuk industri perakitan. 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018