Problematika seperti bullying dan hingga kekerasan seksual yang terjadi di Iingkungan sekitar menjadi tema yang penting bagi saya untuk diangkat menjadi karya seni lukis."
Jakarta (ANTARA News) - Pelukis muda Aurora Santika Pangastuti menggelar pameran tunggal yang bertajuk "Breaking Through” di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki Jakarta, dari 19 Februari hingga 25 Februari 2018.

Ada 23 lukisan hasil karya gadis kelahiran Bogor, 19 Juni 1996 dengan kurator maestro lukis Indonesia, Prof. Suwarno Wisetrotomo dalam pameran yang dibuka Wakil Ketua DPR Fadli Zon.

Aurora Santika mengatakan pameran tunggal berjudul “Breaking Through" ini merupakan langkah awal menapaki dunia profesionalitas seni rupa. Hal ini juga sekaligus perkenalannya dengan Iingkaran seni rupa di Jakarta.

"Saya harap karya-karya daiam pameran ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat penikmat seni di Jakarta serta dapat meramaikan wacana sepak terjang perupa perempuan di Indonesia,” kata Aurora dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Ara mengaku senang membuat karya yang menceritakan suatu kisah yang bermakna. Sebab. karya seni yang baik adalah karya yang ‘bercerita’ dan dapat menginspirasi pengamatnya untuk berpikir serta berbuat kebaikan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Karenanya, kisah yang disampaikan melalui karya-karyanya merupakan kisah yang terinspirasi dari pengalaman hidup baik yang dialami sendiri secara langsung maupun diamati dari sudut pandang pihak ketiga.

"Problematika seperti bullying dan hingga kekerasan seksual yang terjadi di Iingkungan sekitar menjadi tema yang penting bagi saya untuk diangkat menjadi karya seni lukis," pungkasnya.

Sementara itu Fadli Zon yang dikenal juga sebagai seorang budayawan mengatakan, dirinya sangat bergembira karena telah hadir satu pelukis perempuan muda yang memiliki tema menarik, dengan warna-warna menonjol dan liar.

Menurutnya, Ara- panggilan Aurora Santika- berhasil merebut dunia perempuan dalam fantasi laki-laki yang Iebih banyak menempatkan perempuan dari estetika tubuhnya, bukan pada persoalan kompleksitas kehidupannya.

Bahkan dengan jeli Ara menangkap persoalan perempuan yang lebih kompleks, rumit dan kadang tak dipahami Iaki-Iaki.

"Disana ada kemiskinan, pelecehan seksual, keterasingan, penindasan, women trafficking, hingga kasus pernikahan anak," tuturnya.

Menurutnya, 23 lukisan Ara dalam “Breaking Through” menjadi penanda kegelisahan perempuan di Indonesia. Keberpihakan Ara terlihat jelas dalam lukisan-lukisannya.

"Ada keterpojokan pada perempuan. Situasi tertindas, pelecehan, hingga menjadi korban eksploitasi. Seni rupa sebagai media visual efektif menyampaikan pesan persoalan-persoalan perempuan ini dengan warna kaya dan sapuan lentur," imbuhnya.

Sementara kurator senior yang juga Dosen Program Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Institut Seni Indonesia (ISI), Suwarno, menilai Aurora memiliki persyaratan yang dibutuhkan untuk menapaki jalan kesenian yang tidak mudah ini. Pergulatan yang aungguh-sungguh, disertai integritas, komitmen, dedikasi dan semangat menjelajah serta menerobos kekangan, adalah modal besar dan penting untuk menghadirkan diri di panggung pemikiran dan penciptaan seni rupa hari ini serta masa depan.

“Pameran kali ini menghadirkan debutan dan perempuan pelukis muda yang berani memilih profesi sebagai pelukis dan sangat berani dalam mengambil tema yang sangat serius yang jauh dari sederhana. Bagi saya, itulah modal yang besar bagi Ara menapaki rimba dunia seni rupa. Semangatnya untuk menerobos itulah yang tampak menyala," ujar Suwarmo.

Sementara itu, seniman KP Hardi Danuwijoyo menyebut Aurora Santika sebagai perempuan yang mempunyai “hoki” besar.

"Hoki besar tadi, saya kira yang membuat dia mudah melakukan aktivitas, dan berjodoh melakukan pameran di Taman Ismail Marzuki, di Galery Cipta II untuk one man show. Suatu keberuntungan yang tak bisa dipungkiri, barangkali bisa membikin iri teman-teman pelukis seumur dia," terangnya.

Karya Ara jelasnya bisa disebut neo-surrealism atau mudahnya disebut kontemporer. Yang dominan adalah dalam memilih subyek psikologis bertolak dari dirinya sendiri.

Hal ini akan menimbulkan berbagai tafsiran “unik” dan juga bisa menjadi runtutan perjaIanan kisah tersendiri apabila mengikuti perkembangan Iukisan-lukisan yang diciptakannya dari tahun ke tahun.

"Saya kagum dengan dia ketika memiIih warna, yang otomatis menjadi ke khasannya, yaitu warna ultraviolet, ultramarine blue yang sangat dikuasai. Perpaduan warna yang digunakan oleh Ara, menciptakan kesan dan suasana "fantasi” layaknya di film atau game," urainya.

Karya Ara bukan sekedar pemberontakan menembus batas sebagai seniman muda, tetapi ada negasi terhadap persoalan aktual faktual yang terjadi disekitarnya.
"Sangat idealis, ia tidak terpengaruh oleh tuntutan pasar Iukisan yang sedang ngetren saat ini, melainkan dia berusaha untuk menciptakan pasarnya sendiri. Barangkali ia tak mau politik. Ia mencari dunianya sendiri yang nyaman bagi dirinya,” ungkapnya.

Pewarta: Tasrief Tarmizi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018