Cox's Bazar (ANTARA News) - Pengungsi Rohingya yang tinggal di daerah tak berpenghuni pada Selasa (20/2) menolak pulang ke Myanmar tanpa jaminan kewarganegaraan dan keamanan setelah pejabat Bangladesh dan Myanmar bertemu untuk mendiskusikan pemulangan mereka.

Sebanyak 6.000 warga Rohingya merupakan orang-orang yang pertama melarikan diri dari Myanmar menyusul aksi penindakan militer brutal terhadap minoritas Muslim itu pada akhir Agustus tahun lalu. Mereka sejak saat itu tinggal di kamp darurat di sebidang tanah yang tidak diklaim di antara kedua negara.

Dalam beberapa pekan terakhir, mereka didesak untuk kembali, dengan menteri Myanmar memperingatkan "konsekuensi" jika mereka masih berada di daerah tak berpenghuni tersebut.

Namun, pemimpin komunitas Dil Mohammad mengatakan kepada AFP bahwa mereka tidak akan kembali tanpa jaminan keamanan, kewarganegaraan dan kompensasi untuk properti yang hancur dalam aksi penindakan militer.

"Kami tidak akan kembali ke rumah dan desa kami di Myanmar kecuali tuntutan kami dipenuhi. Kami menginginkan kewarganegaraan, semua hak, keamanan bagi hidup kami dan properti kami, serta kompensasi," katanya.

Myanmar yang mayoritas penduduknya Buddha menolak memberikan kewarganegaraan bagi minoritas muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, menegaskan bahwa mereka adalah imigran ilegal dari Bangladesh meski banyak di antaranya telah berada di sana bergenerasi-generasi.

Hampir 700.000 orang mengungsi setelah penindakan militer akhir tahun lalu, yang disetarakan dengan pembersihan etnis oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Kebanyakan dari mereka sekarang tinggal di kamp-kamp di sepanjang perbatasan Bangladesh, namun pemerintah negara itu sudah menyatakan bahwa mereka tidak ingin para pengungsi Rohingya tetap tinggal dan sudah sepakat memulai pemulangan mereka ke Myanmar.

Pada Selasa para pejabat dari kedua negara melakukan pembicaraan untuk memutuskan nasib 6.000 pengungsi yang tinggal di area tak berpenghuni sebelum berbicara langsung dengan mereka.

"Semua orang yang kami ajak bicara mengatakan bahwa mereka akan kembali ke rumah mereka kalau mereka mendapat keamanan," kata kepala delegasi Bangladesh, Abdul Mannan.

Seorang juru bicara badan pengungsi PBB mengatakan kepada AFP pemulangan para pengungsi harus bersifat sukarela.

"Beberapa anggota kelompok di daerah tak berpenghuni itu mengatakan mereka tahut kembali ke rumah dan berharap mendapat keamanan di Bangladesh," kata Caroline Gluck.

"Kami meminta ke otoritas Bangladesh mengizinkan mereka melakukannya. Pada saat yang sama, Myanmar harus memastikan kondisi kondusif bagi pemulangan yang aman dan berlanjut bagi mereka yang secara sukarela ingin pulang."

Bangladesh semestinya memulai proses repatriasi bulan lalu namun menunda proses pemulangan pengungsi Rohingya ke Myanmar di tengah kekhawatiran mengenai kurangnya persiapan.

Foto-foto dari udara negara bagian Rakhine baru-baru ini menunjukkan pembuldoseran permukiman Rohingya, dan tidak jelas apakah mereka akan bisa kembali ke bekas rumah mereka.

Baca juga:
Bangladesh-Myanmar sepakat tuntaskan repatriasi Rohingya dalam dua tahun
Myanmar siapkan kampung sementara tampung warga Rohingya yang kembali


Penerjemah: Monalisa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018