Male (ANTARA News) - Presiden Maladewa Abdulla Yameen pada Selasa (20/2) memperpanjang keadaan darurat di negaranya selama satu bulan, mengabaikan seruan keprihatinan internasional yang terus meningkat dan seruan agar demokrasi dipulihkan.
Yameen mengumumkan keadaan darurat selama 15 hari awal bulan ini, membatasi wewenang peradilan dan badan legislatif setelah Mahkamah Agung negara tersebut memutuskan untuk membatalkan hukuman pidana terhadap politikus oposisi utama, demikian seperti dilansir AFP.
Pengadilan tertinggi Maladewa telah mencabut perintahnya setelah dua hakim agung ditangkap, yang tampaknya memberikan Yameen keunggulan dalam upaya perebutan kekuasaan.
Meskipun mendapat kritik dari masyarakat internasional, para legislator dari partai yang menaungi presiden itu pada Selasa secara kontroversial menyetujui untuk memperpanjang keadaan darurat selama 30 hari lagi.
Pemerintah tidak langsung memberikan komentar, tetapi kantor Yameen mengatakan pada Senin bahwa perpanjangan tersebut diberlakukan karena ancaman terhadap keamanan nasional belum berkurang.
Kantor itu juga mengatakan bahwa krisis konstitusional di Maladewa belum terselesaikan sejak putusan pengadilan pada 1 Februari.
Partai oposisi Maldivian Democratic Party (MDP) mengatakan pada Selasa bahwa mereka memboikot pemungutan suara mengenai keadaan darurat itu dan menuduh partai yang berkuasa melakukan pemungutan suara tanpa kuorum yang diamanatkan secara konstitusional di badan legislatif. (hs)

Pewarta: -
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018