Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyesalkan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dinilainya kurang berani menghadapi interpelasi DPR terkait nuklir Iran. "Kalau mau datang sejak awal, masalah interpelasi Iran sudah selesai. Kenapa harus dicicil dengan ketemu pimpinan DPR dan interpelator terlebih dahulu," kata Hasyim Muzadi di Jakarta, Rabu. Menurut Hasyim, sikap Presiden Yudhoyono itu justru bisa memunculkan kecurigaan dari berbagai kalangan. Publik bisa menduga bahwa Presiden telah menyembunyikan sesuatu di balik dukungan Indonesia terhadap resolusi DK PBB 1747 soal nuklir Iran. "Jadi sekarang kesannya seperti ada yang dirahasiakan. Yang diinginkan DPR adalah alasan dan pertimbangan mengapa Indonesia sampai mendukung resolusi 1747 itu," katanya. Agar masalah interpelasi nuklir Iran cepat tuntas, Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP) itu meminta Presiden Yudhoyono untuk berani memenuhi keinginan DPR yakni hadir langsung ke sidang paripurna. "Kalau mau selesai cepat, ya, harus datang ke sidang paripurna DPR. Kalau ditunda-tunda terus, interpelasi nuklir Iran tak akan selesai," kata pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jatim itu. Menurut Hasyim, kehadiran Presiden Yudhoyono ke sidang DPR untuk memberi penjelasan secara langsung tidak akan menjatuhkan pamor dan gengsi seorang presiden. "Saya kira tidak sampai menurunkan gengsi Presiden. Legislatif dan eksekutif kan sama-sama lembaga negara. Kenapa harus takut. Jadi, gengsi Presiden tidak akan jatuh gara-gara interpelasi itu," katanya. Sebelumnya, Presiden Yudhoyono mengadakan pertemuan dengan pimpinan DPR dengan agenda konsultasi soal dukungan RI terhadap resolusi DK PBB nomor 1747 di Gedung DPR, Selasa (3/7) malam. Pertemuan itu sempat diwarnai aksi walk out Wakil Ketua Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi dari Partai Bulan Bintang Ali Mochtar Ngabalin. Dalam pertemuan itu, Presiden Yudhoyono tidak banyak memberikan keterangan soal persetujuan resolusi DK PBB soal nuklir Iran. Presiden lebih banyak memaparkan kebijakan politik luar negeri Indonesia secara umum. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007