Pamekasan (ANTARA News) - Akademisi dari Universitas Madura (Unira) Pamekasan Imadoedin, M.Si menilai, Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD yang telah disahkan oleh lembaga legislatif itu beberapa hari lalu, dinilai menciderai demokrasi di Indonesia.

"Sebab, ada beberapa perubahan yang sangat kontroversi dalam ketentuan itu, salah satunya tentang kritik masyaakat kepada wakil rakyat," ujar Imadoedin seusai acara diskusi dengan perwakilan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se- Jawa Timur di Pamekasan, Minggu malam.

"Imad" sapaan karib Imadoedin itu lebih lanjut menjelaskan, di UU MD3 yang baru disahkan itu, wakil rakyat seolah antikritik dengan menempatkan pasal penghinaan.

Padahal, sebagai kepanjangan tangan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi di lembaga legislatif, DPR semestinya terbuka, sehingga tidak perlu diatur secara khusus mengenai kritik masyarakat yang disampaikan kepada wakil rakyat tersebut.

"Ini kan jauh dari status sebagai perwakilan. Padahal DPR dipilih oleh rakyat, dan seharusnya mereka menempatkan diri sebagai wakil dan pelayan rakyat," katanya.

Selain itu, yang juga dinilai tidak wajar terkait dengan Undang-Undang MD3 oleh akademisi Fakultas Ilmu Administrasi Negera (FIA) Unira Pamekasan itu, tentang pemanggilan anggota DPR yang terlibat dalam kasus tindak pidana khusus.

Di Undang-Undang itu, disebutkan bahwa bagi anggota DPR, DPRD dan DPD yang terlibat dalam kasus tindak pidana khusus, masih harus berdasarkan persetujuan presiden.

Padahal, untuk kasus tindak pidana khusus, seperti korupsi dan penyalahgunaan narkoba, pemeriksaan oleh petugas tidak perlu meminta izin kepada presiden.

"Jadi undang-undang ini, seolah memberikan gambaran kepada kita, hanya untuk memperkuat posisi DPR, bukan untuk kemaslahan dan kesinambungan komunikasi lagi," katanya.

Dengan demikian, sambung mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pamekasan ini, Undang-Undang MD3 perlu dievaluasi ulang.

"Yang menurut saya aneh di UU MD3 ini adalah tentang penambahan pimpinan DPR yang hanya berlaku saat saja," katanya, menjelaskan.

Bahkan, Imad curiga, Undang-Undang tersebut sengaja dibuat, untuk kepentingan kelompok tertentu, bukan demi kemaslahatan rakyat dan bangsa Indonesia dalam jangka panjang.

Dosen Ilmu Politik Unira ini lebih lanjut meminta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan organisasi ekstra kampus hendaknya mengkaji dan menyikapi hal itu.

Imad mengatakan, ada beberapa cara yang bisa dilakukan, apabila UU MD3 yang telah diputuskan di DPR itu ingin diubah, yakni dengan melakukan gerakan dari para insan kampus, atau mendesak Presiden RI segera mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu).

Pewarta: Abd Aziz
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018