Jakarta (ANTARA News) -  Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri memeriksa nakhoda Kapal Equanimity beserta 34 anak buah kapal yang semuanya warga negara asing untuk menelusuri kasus tindak pidana pencucian uang.

"Pemeriksaan terhadap Kapten Rolf sebagai nakhoda kapal dan sejumlah ABK," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Mohammad Iqbal melalui layanan pesan singkat, Kamis.

Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri juga telah berkoordinasi dengan PT Indonusa selaku agen pengurus dokumen kapal pesiar serta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Benoa untuk mengecek dokumen administrasi pelayaran kapal Equanimity.

Iqbal mengatakan polisi juga berkoordinasi dengan Kantor Imigrasi untuk mengecek kelengkapan dokumen nakhkoda dan 34 anak buah kapal pesiar yang diduga merupakan barang bukti tindak pidana pencucian uang di Amerika Serikat itu.

Kapal mewah tersebut dinakhkodai oleh Kapten Rolf, yang selama berlayar mematikan sistem identifikasi otomatis (AIS) sehingga kapal tidak terdeteksi ketika masuk perairan Filipina dan Singapura.

Dari hasil penyelidikan, polisi menduga Kapten Rolf berusaha menyembunyikan tindak pidana pencucian uang dengan menyembunyikan kapal pesiar itu.

Polisi akan mendalami kasus ini dengan memeriksa sejumlah ahli, termasuk ahli tindak pidana pencucian uang, ahli pelayaran dan ahli forensik. Dalam waktu dekat, polisi akan melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menyita kapal Equanimity, kapal mewah yang ditaksir senilai 250 juta dolar AS atau setara Rp3,5 triliun, di Tanjung Benoa, Bali, Rabu (28/2).

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan kapal tersebut merupakan barang bukti kejahatan pencucian uang di Amerika Serikat.

Menurut Agung, Kepolisian sudah menerima surat dari FBI pada 21 Februari 2018 yang berisi permintaan bantuan untuk mencari keberadaan kapal tersebut.

Superyacht tersebut diketahui masuk ke wilayah perairan Indonesia pada November 2017 sehingga FBI berkoordinasi Polri untuk melakukan penyitaan.

"Jadi, FBI AS melakukan joint investigation dengan Bareskrim. Kami membantu," kata Agung.

FBI telah memburu kapal tersebut selama empat tahun.

Agung menjelaskan saat ini kasus pencucian uang yang melibatkan kapal tersebut sudah diputus di pengadilan Amerika Serikat. Superyacht itu dinyatakan sebagai hasil kejahatan pencucian uang yang melibatkan orang-orang dari sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Swiss, Malaysia, dan Singapura.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018