Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah operator meminta jalur penerbangan selatan Jawa diperpendek ketinggiannya sehingga lebih efisien.

"Permintaan dari maskapai agar rute itu efisien adalah diperpendek jaraknya dari darat agar efisien," kata Manajer Pengendalian Pelayanan Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Indonesia (LPPNPI/Airnav Indonesia) Moeji Soebagyo diskusi yang bertajuk "Optimalisasi Wilayah Udara Selatan Pulau Jawa" di Tangerang, Kamis.

Moeji menjelaskan saat ini jarak dari daratan masih 75 nautical mile, sementara maskapai ingin diperpendek menjadi 50-50 nautical mile dari daratan.

"Jadi, didekatkan lagi, ini harus dikoordinasikan lagi dengan mengumpulkan pemangku kepentingan untuk ditetapkan dari segi ketahanan, kedaulatan dan ekonomi," katanya.

Dia menerima laporan dari maskapai bahwa ada sekitar penambahan 400 kilogram atau 500 liter avtur karena waktu tempuh yang lebih panjang dari Jalur Utara.

"Semua maskapai laporannya begitu, memang ini sudah dikoordinasikan oleh Kemenko Maritim untuk perkembangannya bisa langsung diimplementasikan," katanya.

Dia menuturkan secara kajian, Jalur Selatan Jawa sudah menggunakan teknologi satelit, tidak lagi mengandalkan navigasi darat.

"Artinya, rute yang kami buat itu yang efisien karena secara navigasi sudah modern, pesawat saat ini sudah mengakomodasi semua," katanya.

Namun saat ini, lanjut dia, harus ditinjau lagi karena memang dinilai belum efektif.

Jalur Selatan, kata Moeji, selama ini hanya dipakai untuk keadaan daruat atau kontigensi yang disebabkan adanya abu vulkanik atau cuaca buruk.

Dia mengatakan dengan adanya Jalur Selatan, diyakini bisa mengurangi 30 persen kepadatan di Jalur Utara.

Dalam kesempatan sama, Direktur Operasi Garuda Indonesia Captain Triyanto Moeharsono mengusulkan dua hal untuk upaya efisiensi Jalur Selatan, yaitu pemotongan jalur dan pengaturan sistem pendaratan pesawat.

Pemotongan jalur yang dimaksud, yaitu dari Cilacap tidak perlu lagi ke arah Selatan Progo, tetapi langsung ke Kidul.

Sementara untuk pengaturan pendaratan di Runway 27 Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, tidak perlu memutar.

"Makanya kita usul supaya jalur ini jadi alternatif, ayolah kita modifikasi supaya lebih efisien, selain usulan pemotongan itu, kedua standar pendaratan di Runway 27 yang tidak harus memutar dulu," katanya.

Untuk rute Jakarta-Bali, kata dia, Jalur Selatan memiliki jarak 20 nautical mile lebih jauh dari Jalur Utara.

"Setiap maskapai pasti untuk perencanaan penerbangan sudah diatur sistem dan setiap memasukan data, seperti rute, berat pesawat, cuaca, angin, selalu keluarnya Jalur Utara karena yang paling efisien," katanya.

Dari segi waktu, lanjut dia, penerbangan Jalur Selatan memakan waktu tempuh enam hingga tujuh menit lebih dalam dari Jalur Utara.

Apabila dihitung berdasarkan banyaknya avtur, lanjut dia, maka bisa menghabiskan 300 kilogram tambahan avtur atau 375 liter untuk rute Jakarta-Bali.

"Itu baru Bali, belum Lombok, Kupang dan Maumere. Bayangkan setiap minggu ada 84 penerbangan, sekian ribu liter per minggu, per tahun berapa," katanya.

Untuk itu, Triyanto mengusulkan untuk pemotongan Selatan, yaitu dari Cilacap langsung ke Kidul tidak dibelokkan dahulu ke Progo.

"Saya belum hitung persis jaraknya, tapi akan sangat efisien mungkin akan sama dengan yang Utara," katanya.

Dia mengatakan pemotongan jalur tersebut sangat memungkinkan karena selama ini penerbangan lewat Selatan sudah dilakukan ke Yogyakarta dan Malang.

"Yang penting tidak menyentuh Madiun sejauh 26 nautical mile, dan pesawat yang boleh melintas juga harus teregistrasi PK, hanya domestik," katanya.

Madiun merupakan tempat Landasan Udara Iswahyudi milik TNI AU.

Terkait adanya latihan, lanjut dia, maka hal itu bisa disesuaikan dengan penerbitan "notice to airmen" (Notam).

"Jadi misalnya ada latihan, bisa diterbitkan Notam, tidak bisa lewat situ. Tapi latihan `kan tidak setiap hari, jadi mungkin bisa jam sekian tidak lewat sini," katanya.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018