Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Muchtar Effendi dari swasta yang juga orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

KPK mememukan dugaan Muchtar Effendi melakukan tindak pidana pencucian uang dalam hubungannya dengan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, mengibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain.

"Atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga hasil tindak pidana korupsi dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dan atau menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat.

Menurut Basraia, dari fakta-fakta persidangan perkara Akil Mochtar sebagaimana putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dikuatkan putusan Mahkamah Agung dan putusan dalam perkara Romi Herton dan Masitoh serta perkara Budi Antoni Al Jufri dan Suzzana, tersangka Muchtar Effendi diduga telah menerima uang dari sejumlah pihak.

Penerimaan uang itu terkait permohonan keberatan hasil Pilkada Kabupaten Empat Lawang dan Kota Palembang di Mahkamah Konstitusi, yaitu dari mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Al Jufri dan istrinya Suzzana.

"Terkait permohonan keberatan hasil Pilkada Kabupaten Empat Lawang di Mahkamah Konstitusi, Muchtar Effendi menerima titipan uang untuk Akil Mochtar sebesar total Rp10 miliar dan 500 ribu dolar AS," ucap Basaria.

Selain itu, penerimaan uang dari mantan Wali Kota Palembang Romi Herton melalui istrinya Masitoh terkait permohonan keberatan hasil Pilkada Kota Palembang di Mahkamah Konstitusi, Muchtar Effendi menerima titipan uang sebesar Rp20 miliar yang diberikan secara bertahap.

Dari total sekitar Rp35 miliar yang diterima tersebut, diduga diserahkan Muchtar Effendi kepada Akil Mochtar sebesar Rp17,5 miliar untuk kepentingan pribadi Akil Mochtar, ditransfer ke rekening CV Ratu Samagat sekitar Rp3,8 miliar, dan sekitar Rp13,5 miliar diduga dikelola oleh Muchtar Effendi atas pengetahuan serta persetujuan Akil Mochtar untuk membeli sejumlah aset.

"Tersangka Muchtar Effendi diduga telah membelanjakan sejumlah Rp13,5 miliar tersebut berupa tanah dan bangunan, puluhan kendaraan roda empat, dan belasan kendaraan roda dua yang diatasnamakan orang lain," ungkap Basaria.

Terhadap Muchtar Effendi disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Untuk diketahui, pada Maret 2016 Mahkamah Agung menjatuhkan vonis pidana penjara lima tahun dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan penjara.

Muchtar Effendi terbuki bersalah atas kasus upaya penghambatan penyidikan, penuntutan, dan keterangan yang diberikan tidak benar atau palsu dalam persidangan perkara tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan terdakwa mantan Ketua MK Akil Mochtar.

Kemudian, pada Maret 2017 KPK juga telah menetapkan Muchtar Effendi bersama-sama Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili terkait permohonan keberatan hasil Pilkada Kabupaten Empat Lawang dan Kota Palembang di Mahkamah Konstitusi.

Saat ini, perkaranya masih dalam proses penyidikan.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018