Target dari proyek yang ada adalah terbang selama 16 jam dan live streaming di youtube pada view kamera pesawat. Harapan dari proyek tersebut adalah ke depan teknologi ini bisa digunakan untuk survei menjangkau daerah terluar Indonesia..."
Pontianak (ANTARA News) - Borneo Skycam yang merupakan startup pengembang perangkat pengawas berbasis pesawat nirawak (drone) menghadirkan drone berbahan bakar dari sinar matahari.

"Melalui proyek membelah langit khatulistiwa, kita saat ini tengah mengembangkan sebuah pesawat dengan lebar sayap 3 meter dan berbahan bakar sinar matahari. Dalam waktu dekat sudah kita akan lakukan uji coba," ujar Ketua Tim Proyek, Hanjon Mahmudi di Pontianak, Minggu.

Hanjon dan beberapa rekannya yang mengembangkan drone yang merupakan asli putra Kalbar menjelaskan bahwa Indonesia berada pada garis bayang 0 derajat dan berada pada daerah tropis yang memiliki limpahan sinar matahari sepanjang tahun.

"Selain itu, Indonesia yang berbentuk negara kepulauan dengan memiliki lebih dari 17.000 pulau membuat sulitnya melakukan survey-survey ke daerah pelosok negeri," paparnya.

Ia menyebutkan Kalimantan adalah salah satu pulau terbesar di Indonesia. Demografi wilayahnya cukup unik, selain masih banyak didominasi oleh hutan, pulau ini juga berbatasan langsung dengan negara tetangga.

"Medan yang menantang membuat pengawasan melalui udara menjadi lebih efektif, khususnya untuk kebutuhan militer, pengawasan perbatasan dan pertanian untuk pemetaan lahan. Kondisi tersebut dilihat sebagai peluang oleh tim Borneo Skycam untuk pengembangan drone yang ada," papar dia.

Ia menambahkan sampai saat ini, pengembang pesawat tanpa awak masih menggunakan baterai dan minyak sebagai bahan bakar utama, hal ini menguras waktu yang membuat waktu terbang yang hanya maksimal dua jam sekali terbang.

"Hal itu yang membuat Borneo Skycam membuat proyek bertajuk membelah langit khatulistiwa," papar dia.

Menurutnya proyek tersebut rencananya akan diluncurkan pada 21 Maret 2018 di Pontianak, kota yang dilewati oleh Garis lintang 0 derajat dan juga bertepatan dengan Titik Kulminasi matahari.

"Target dari proyek yang ada adalah terbang selama 16 jam dan live streaming di youtube pada view kamera pesawat. Harapan dari proyek tersebut adalah ke depan teknologi ini bisa digunakan untuk survei menjangkau daerah terluar Indonesia, kebutuhan militer, pemetaan wilayah luas serta alat telekomunikasi mobile," papar dia.

Pewarta: Dedi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018