Ponorogo (ANTARA News) - Salah seorang perajin Reog Ponorogo, Bonaryanto warga Sumoroto, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mengaku dalam setiap minggu omzet penjualan peralatan kesenian Reog Ponorogo rata-rata mencapai Rp75 juta.

"Hasil penjualan rata-rata Rp75 juta per minggu. Tapi saya tidak pernah menghitung penghasilan bersihnya berapa," kata Bonaryanto ditemui di rumahnya, Minggu.

Bonaryanto yang memiliki lima orang pekerja tetap dan sejumlah pekerja tidak tetap memproduksi berbagai peralatan kesenian Reog Ponorogo. Antara lain, dhadak merak, barongan, topeng Patih Klonosewandono, topeng Bujangganong, dan pakaian lengkap pemain reog.

"Bukan hanya dhadhak merak dan barongan, tapi saya juga membuat hampir semua peralatan yang digunakan untuk kesenian reog. Juga termasuk eblek atau kuda lumping yang dipakai penari jathilan, pecut, kolor, semua bisa dibuat di sini," katanya menjelaskan.

Dia mengatakan, pasangan dhadak merak dan barongan merupakan peralatan reog yang paling mahal harganya.

"Dhadak merak dan barongan yang kepalanya asli dari kulit kepala harimau harganya Rp25 juta. Sedangkan untuk kepala barongan menggunakan kulit badan harimau antara Rp15 juta hingga Rp17 juta," kata dia.

Masih menurut Bonaryanto, kadang-kadang ada grup kesenian reog yang membeli satu unit lengkap peralatan kesenian reog.

"Harga satu unit peralatan reog lengkap, termasuk pakaian pemain dan gamelan sekitar Rp100 juta," ujarnya.

Namun dia mengakui, tak semua peralatan reog dibuat sendiri tetapi bekerja sama dengan perajin lain. Misalnya gamelan dan `praba` yang dikenakan oleh penari Patih Klonosewandono.

Omzet penjualan Rp75 juta perminggu tersebut, menurut dia, bukan hanya berasal dari hasil penjualan peralatan kesenian reog. Namun juga berbagai macam cinderamata seperti, miniatur dhadhak merak, topeng, pecut dan yang lainnya.

Pewarta: Louis Rika Stevani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018