Jakarta (ANTARA News) - Tak ada yang berbeda saat tirai dibuka -- gamelan dimaikan, kemudian para penari Tari Remo satu per satu memasuki panggung.

Tarian ini memang sering ditampilkan dalam pergelaran kesenian Ludruk sebagai pengantar pertunjukan, tak terkecuali dalam pertunjukkan "Lakon Misteri Istana Songgoriti," yang digelar di Taman Ismail Marzuki, Minggu (11/3).

Suasana terasa berbeda saat paduan suara yang mengenakan kebaya merah, lengkap dengan sanggul, memasuki area panggung.

Terdengar alunan lagu berjudul "Sayang" yang populerkan Via Vallen. Lagu ber-genre dangdut tersebut disulap sedemikian rupa hingga terasa pas dinyanyikan oleh paduan suara untuk membuka kesenian drama tradisional dari Jawa Timur itu.

Paduan suara berjumlah 21 orang itu selanjutnya membawakan lagu barat rock and roll "Be Bop A Lula" dan lagu campursari "Gethuk" -- dua lagu tersebut juga seakan memiliki formula yang pas untuk menjadi lebih kekinian untuk dipentaskan.

Ludruk dengan sajian berbeda kian kental terasa saat "Lakon Misteri Istana Songgoriti," dimulai. Setting kamar Sayekti menjadi berbeda saat latar tidak berwarna hitam gelap seperti biasa, namun memanfaatkan teknologi digital.

Ludruk jaman now
Hal ini menurut Ketua Panitia Ludruk Genaro Ngalam sekaligus Ketua Umum Paguyuban Genaro Ngalam, Tomy Sasangka Hadi, itu memang sengaja dilakukan agar anak muda yang kebanyakan sudah tidak mengetahui ludruk kembali mengenal ludruk.

"Kita mempunyai multimedia, ini tidak akan terjadi di ludruk tradisional," ujar Tomy kepada Antara News di belakang panggung usai pementasan.

Meski terasa berbeda, namun ludruk yang mengusung tema jaman now tersebut menurut pelawak Polo yang juga ikut terlibat dalam pementasan tersebut tidak terpaut jauh dengan ludruk jaman dulu.

"Ludruk identik dengan musik yang ada, gamelan, tari remo, ada julat julit, kidungan. Cerita mungkin bisa apa saja, yang terkait dengan jaman now mungkin cerita jaman now yang lebih kekinian," kata Polo.

Hal senada juga disampaikan pelawak dan anggota Srimulat Kabul Basuki atau yang akrab disapa Tessy. Meski berbeda, dia mengatakan bahwa hal itu sah-sah saja dilakukan selama menghibur dan membuat penonton tertawa, terlebih untuk melestarikan budaya.

"Ludruk yang sebenarnya pakem, karena ini yang memerankan kebanyakan pegawai, sebenarnya untuk menghibur.. banyak candaan," ujar Tessy yang juga terlibat dalam "Lakon Misteri Istana Songgoriti."

"Jangan sampai kesenian Jawa Timur itu punah," lanjut dia.
 
(Video pagelaran ludruk "Lakon Misteri Istana Songgoriti. (ANTARA News/Arindra Meodia)

Ludruk masih ada
Meski tidak seramai dulu, Tessy mengatakan bahwa panggung ludruk masih ada. "Bulan ini saja tiga kali (pentas)," ujar dia.

Terlebih, dia bersama teman-teman Srimulat-nya  yang lain seperti Polo, Tarsan dan Kadir, terlibat dalam acara "Ludruk Kekinian" yang tayang di salah satu stasiun TV swasta.

Media, menurut Polo, turut memiliki tugas untuk melestarikan kesenian drama tradisonal dari Jawa Timur tersebut. "Tugas media juga untuk mengangkat. Artinya, porsi dari kesenian tradisional sedikit sekali. Untuk membantu perkembangannya ya media," kata dia.

Untuk regenarasi, Polo melihat adanya regenerasi ludruk, namun lagi-lagi "kurang disorot." Menurut dia banyak sanggar di luar sana yang mementaskan ludruk, meski belum melibatkan para senior atau para pemain profesional.

"Kurang melibatkan kita. Enggak usah secara rutin, tapi di event tertentu untuk sifatnya berbagi. Tidak secara spesifik memberi pelajaran tapi lebih kepada sharing," ujar dia.

Sementara itu, ini bukan kali pertama Paguyuban Genaro Ngalam mengadakan pagelaran ludruk. Ini telah menjadi kegiatan rutin tahunan sejak 2016.

"Untuk tahun ini, kita mulai merencanakan bulan Oktober, "Ayo Ludrukan"... Kita mulai Desember latihannya selama tiga bulan. Delapan kali latihan, dua kali latihan terakhir dengan gamelan, kemudian kemarin kita geladi resik," ujar Tomy.

Total panitia dan pemain yang terlibat dalam "Lakon Misteri Istana Songgoriti sekitar 130 orang.

"Karena sekarang kita sudah menahun dilakukan, saat ini orang sudah datang, di tahun 2016 kita masih mengundang, sekarang banyak yang "kita main dong"," kata Tomy.

Genaro Ngalam (artinya orang dari Malang, diambil dari bahasa walikan khas Malang) sendiri  merupakan paguyuban nirlaba dan non politik yang didirikan oleh beberapa senior mantan siswa dan mahasiswa yang bermukim di Jakarta tetapi pernah belajar dan tinggal di Kota Malang.

"Kegiatan kita hanya sosial dan budaya, mengumpulkan orang-orang Malang yang tinggal di Jakarta untuk kembali mengenal budayanya, yaitu ludruk," ujar Tomy.

Ludruk Genaro Ngalam telah mendapat pengakuan layak pentas oleh Dewan Kesenian Jakarta, bahkan dimasukkan dalam agenda tahunan Pusat Kesenian Taman Ismal Marzuki.
 
Ketua Panitia Ludruk Genaro Ngalam sekaligus Ketua Umum Paguyuban Genaro Ngalam, Tomy Sasangka Hadi (tengah) bersama salah seorang paduan suara (kiri) dan salah seorang pemain ludruk

"Lakon Misteri Istana Songgoriti"
Ludruk "Lakon Misteri Istana Songgoriti" bercerita tentang pasangan kekasih Sendowo dan Sayekti yang akhirnya memutuskan menikah setelah sekian lama bertunangan.

Lurah Santiko begitu senang dengan rencana pernikahan itu, dan mempersiapkan acara riuh gemerlap untuk Sayekti yang merupakan puteri satu-satunya yang dia sayangi dan menjadi kebanggaan desa Sendangwangi.

Menjelang pernikahannya, tiba-tiba Sayekti menghilang dari rumah. Kemudian, datanglah seorang wanita tua bernama Nyi Rempah Sangit yang berasal dari Coban Rondo, sebuah air terjun yang tak jauh dari Songgoriti.

Nyi Rempah Sangit menuturkan bahwa Sayekti diculik oleh bangsa jin yang merupakan utusan dari Raja bandhit Mayit. Nyi Rempah Sangit memberitahukan bahwa siapa yang ingin menemukan Sayekti harus berpuasa 40 hari lamanya.

Di tengah keputusasaan, ibunda Sendowo Mbok Senik mengajukan dirinya untuk menjalani puasa itu. Sendowo tidak menyetujui hal ini, namun Mbok Senik memaksa Sendowo untuk tinggal.

Singkat cerita, Mbok Senik berhasil menyelamatkan Sayekti dari Raja Bandhit Mayit. Namun, saat kembali ke desa, seketika Mbok Senik meninggal di pangkuan kedua calon mempelai, yaitu Sendowo dan Sayekti.

Kematian Mbok Senik membuktikan betapa besar cinta kasih seorang ibu kepada anaknya, sehingga kelembutannya bisa menjadi kekuatan maha dahsyat yang dapat mengalahkan angkara murka.

"Lakon Misteri Istana Songgoriti" dikemas masa kini dengan teknologi multimedia layar belakang dan penataan musik yang apik.

Hadirnya para pemain ludruk profesional seperti Tessy, Polo dan Kadir juga membuat pergelaran tersebut riuh dengan tawa dari seberang panggung -- aksi mereka sukses membuat penonton terpingkal-pingkal.

Tidak hanya itu, ludruk "Lakon Misteri Istana Songgoriti" juga berisi dialog kekinian.

"Kapan kita hangout?", "Pakai GPS saja...," begitu bunyi potongan dialog.

Selain itu, masalah sosial juga diangkat dalam ludruk kali ini, seperti anti narkoba dan korupsi.

Meski banyak menggunakan bahasa Indonesia, ludruk "Lakon Misteri Istana Songgoriti" tidak kehilangan cita rasanya, dengan tetap menggunakan bahasa khas Malang-an.
 

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018