Jakarta (ANTARA News) - PT Bank Mandiri Persero Tbk mengaku baru 10 persen atau 1,5 juta kartu ATM/debit milik perseroan yang sudah menggunakan teknologi chip, sedangkan sisanya masih menggunakan pita magnetik (magnetic stripe).

Senior Vice President Consumer Deposit Bank Mandiri Tri Laksito Singgih di Jakarta, Senin, mengatakan perseroan sedang mempercepat perpindahan dari kartu pita magnetik ke chip dengan target di akhir tahun menjadi tujuh juta kartu atau 41 persen dari total kartu ATM/debit yang beredar.

"Ini untuk menaikkan tingkat keamanan. Dengan chip potensi skimming (pencurian) data akan berkurang," kata dia.

Tri mengatakan perseroan memang harus memperhitungkan peningkatan biaya produksi untuk migrasi dari pita magnetik, karena chip memerlukan biaya investasi yang lebih mahal. Namun, dia menjamin, penambahan biaya tidak akan dibebankan ke konsumen, karena menjadi beban operasional perseroan.

"Nasabah tidak akan dikenakan biaya penggantian kartu. Biayanya biasa saja tidak ada penambahan dari biaya bulanan," ujar dia.

Adapun migrasi dari pita magnetik ke chip, Mandiri harus menambah biaya Rp7.000 untuk setiap kartu.

Tri mengklaim selama ini belum ada keluhan dari konsumen dengan teknologi chip yang digunakan Mandiri.

"Risiko operasionalnya lebih termitigasi. Konsumen lebih aman. Kalau aman, konsumen juga percaya diri dengan transaksi di kami," ujar dia.

Sedangkan kartu dengan pita magnetik memang diakui Bank Mandiri memiliki kelemahan.

"Selain skimming, pita magnetik jika ingat tahun lalu, rentan juga dengan gesek ganda yang akhirnya data nasabah juga bocor, ?" tambah Sekretaris Bank Mandiri Rohan Hafas.

BI meminta perbankan mempercepat migrasi kartu ATM/debit dari teknologi pita magnetik ke teknologi chip. Hal itu karena chip memiliki standar keamanan lebih tinggi.

Bank Sentral meminta percepatan itu setelah terjadinya kasus "skimming" data nasabah BRI di Kediri, Jawa Timur.
 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018