Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengatakan ide Presiden Joko Widodo terkait kredit pendidikan harus diperjelas lagi sehingga masih perlu pembicaraan lebih lanjut dengan koordinasi antara Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan dunia perbankan.

"Bahkan kalau relevan, bisa juga sinergi dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI). Jangan sampai hanya memberi `angin surga` tanpa realisasi yang jelas," ujar anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) di Jakarta, Rabu.

Sebelumnya, ide Presiden Jokowi tersebut disampaikan dalam rapat terbatas yang membahas soal Peningkatan Sumber Daya Manusia di Indonesia, pada Kamis (15/3).

Presiden Jokowi bahkan "menantang" perbankan untuk mengeluarkan produk kredit pendidikan sehingga mahasiswa dapat mencicil biaya kuliah.

Amerika Serikat disebut-sebut sebagai contoh negara yang mengeluarkan jumlah kredit pendidikan lebih besar dari pinjaman kartu kredit.

Meski demikian, kata Abdul Fikri, sejumlah pihak memberikan kritik mengingat banyak yang gagal melunasinya dan berdampak pada lambatnya pertumbuhan ekonomi.

Menurut dia, kredit pendidikan ini sudah lazim diberlakukan di negara-negara lain. Selain Amerika Serikat, beberapa negara lain yang memiliki program semacam ini adalah Jerman, Kanada, Inggris, Perancis, Australia.

Dia yakin gagasan ini mampu menjadi solusi bagi mahasiswa yang terkendala biaya dalam melanjutkan pendidikan tinggi.

"APK pendidikan tinggi juga akan terdorong sehingga harapannya kualitas SDM kita juga semakin membaik," lanjut anggota DPR dari Dapil Jawa Tengah IX ini.

Namun, Abdul Fikri juga mengimbau agar Kemenristekdikti dan industri perbankan melakukan kajian yang mendalam mengenai gagasan ini sehingga dapat menghasilkan skema kredit yang dapat diterapkan dengan baik dan sesuai dengan kondisi di Indonesia sehingga tujuan dalam meningkatkan SDM dapat tercapai.

Pewarta: Arief Mujayatno
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018