Pemerintah menganggap hutan dan pepohonan adalah komoditas dan menjadi tulang punggung ekonomi melalui berbagai kebijakan, dan mendelegasikan pengelolaan hutan kepada korporasi skala besar."
Jakarta (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menyesalkan potensi hutan yang ada di Indonesia tak dikelola dengan baik bahkan cenderung terjadi kerusakan yang terus menerus.

Hal ini disampaikan WALHI sebagai bagian dari peringatan hari Hutan Sedunia yang jatuh setiap tanggal 21 Maret.

Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional WALHI Khalisah Khalid pada Rabu mengatakan melimpahnya kekayaan alam Indonesia, alih-alih disyukuri justru malah menjadi seperti kutukan akibat salahnya cara pandang dalam melihat hutan.

"Pemerintah menganggap hutan dan pepohonan adalah komoditas dan menjadi tulang punggung ekonomi melalui berbagai kebijakan, dan mendelegasikan pengelolaan hutan kepada korporasi skala besar," kata Khalisah dalam siaran pers.

Paska logging melampaui masa keemasannya di era orde baru, berganti dengan sawit, kebun kayu untuk industri pulp and paper dan tambang, nasib hutan semakin memprihatinkan. Keanekaragaman hayati diubah menjadi tanaman monokultur.

"Bahkan yang bahaya, perkebunan monokultur dikampanyekan oleh korporasi seperti HTI (kebun kayu) dan sawit sebagai hutan, merupakan pengacauan dan penyesatan sistematis terhadap paradigma dan pengetahuan," ucap dia.

Padahal, kekayaan alam yang melimpah di Indonesia menduduki urutan kedua dunia, negara yang memiliki hutan tropis dengan keanekaragaman hayatinya, setelah Brazil.

Namun jika cara pandang atas hutan tidak diubah maka bukan hanya bencana ekologis yang terjadi, tetapi juga konflik tenurial dengan masyarakat adat/masyarakat lokal.

"Kriminalisasi terus terjadi terhadap masyarakat yang memperjuangkan penyelamatan hutan dan wilayah kelolanya dari ancaman industri, dan kemiskinan karena ketimpangan penguasaan dan pengelolaan hutan yang sebagian besar dikuasai oleh korporasi, akibat dari paradigma penguasaan hutan oleh negara atau rezim hak menguasai negara (HMN)," kata dia.

Padahal, putusan MK tahun 2012 menegaskan bahwa hutan adat adalah hutan hak, bukan hutan negara. Putusan MK harusnya menjadi pegangan bagi semua pihak, khususnya negara sebagai pemegang mandat Konstitusi.

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018