Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah kian serius mendorong pertumbuhan sektor manufaktur di Tanah Air dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2018 tentang Kebijakan Industri Nasional 2015-2019.

"Jadi, kita punya arahan jelas ke depan dalam pengembangan industri agar lebih berdaya saing global. Dalam hal ini, pemerintah terus menciptakan iklim investasi yang kondusif serta memberi kemudahan bagi para pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya di Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis.

Kebijakan tersebut menjadi panduan bagi pemerintah dalam pembangunan industri nasional jangka panjang sesuai Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035. Sasaran dari regulasi ini, antara lain fokus pengembangan industri, tahapan capaian pembangunan industri, dan pengembangan sumber daya industri.

Selanjutnya, pengembangan sarana dan prasarana industri, pemberdayaan industri, pengembangan industri prioritas serta industri kecil dan menengah, pengembangan perwilayahan industri, serta fasilitas fiskal dan nonfiskal.

"Dalam menyusun regulasi, kami selalu mendengarkan masukan dari para pelaku industri nasional," kata Airlangga.

Adapun beberapa tujuan yang ditetapkan di beleid itu hingga tahun 2019, di antaranya meningkatkan laju pertumbuhan industri pengolahan nonmigas sebesar 5,5-6,2 persen. Peran industri manufaktur dalam perekonomian ditargetkan bisa berkontribusi sebesar 18,2-19,4 persen serta peningkatkan ekspor produk industri dalam negeri.

Industri Andalan

Melalui Perpres tersebut, pemerintah juga menetapkan sektor-sektor industri andalan masa depan yang terdiri industri pangan, industri farmasi, kosmetik dan alat kesehatan, industri tekstil, kulit, alas kaki, dan aneka, industri alat transportasi, industri elektronika dan telematika, serta industri pembangkit energi.

Menperin menegaskan, aktivitas industri manufaktur konsisten memberikan efek berantai yang luas bagi perekonomian nasional, misalnya meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, menyerap banyak tenaga kerja, menghasilkan devisa dari ekspor, serta penyumbang terbesar dari pajak dan cukai.

"Jadi, jangan sampai kita terus mengekspor sumber daya alam mentah tanpa ada pengolahan," ujarnya.

Penghiliran yang telah menunjukkan hasil signifikan, meliputi produk berbasis agro dan tambang mineral seperti turunan kelapa sawit, stainless steel, hingga produk smartphone.

Dari sisi pertumbuhan manufacturing value added (MVA), Indonesia menempati posisi tertinggi di antara negara-negara di ASEAN. MVA Indonesia mencapai 4,84 persen, sedangkan di ASEAN berkisar 4,5 persen. Di tingkat global, Indonesia saat ini berada di peringkat ke-9.

"Dari sektor manufaktur, Indonesia secara persentase untuk kontribusinya terhadap PDB, masuk dalam jajaran lima besar dunia. Mengungguli Jepang, India, dan Amerika Serikat. Bahkan ekonomi Indonesia sudah masuk dalam one trillion dollar club, atau sepertiga dari ekonominya ASEAN," imbuhnya.

Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018