Jakarta (ANTARA News) - "Pilihan ada pada kita, apakah kita mau menjaga planet bumi ini atau merusaknya, dengan setiap apa yang kita makan," kata Daniel Bravo Garibi.

Daniel adalah koki dari Kapal Rainbow Warrior, kapal ikonik milik Greenpeace yang saat ini tengah mengarungi perairan Indonesia dalam tur "Jelajah Harmoni Nusantara".

Koki asal Meksiko itu tidak sekedar masak di dapur dan menyediakan berbagai hidangan untuk para kru kapal, tetapi lebih dari itu, Daniel juga berkampanye melindungi planet bumi lewat makanan.

"Kita harus makan secara konsisten (conscious). Kita harus berpikir dari mana makanan itu berasal, dari mana sumbernya," ujar Daniel.
 
(ANTARA News/Monalisa)


Menurut Daniel, makan merupakan salah satu aktivitas manusia yang begitu berdampak.

Setiap bahan makanan yang kita beli di pasar, setiap makanan yang kita makan, akan memberikan dampak pada kelestarian lingkungan lewat keseimbangan ekologis.

Daniel meyakini prinsip piramida makanan. Dengan membeli makanan langsung dari sumbernya, seperti petani, maka akhirnya kita dapat membantu memelihara dan melindungi bumi. Bahkan ia percaya, makanan adalah sumber dari cinta.
 
(Greenpeace/Jurnasyanto Sukarno)


Sementara itu, industri makanan berkembang pesat, makanan cepat saji menjadi budaya baru dalam mengkonsumsi makanan.

"Satu penyebab paling besar dari deforestasi adalah industri makanan. Sedangkan di dalam kawasan hutan, ada petani-petani. So, food matters, a lot," ujar Daniel.

Tetapi, kata Daniel, kita bisa membuat keseimbangan untuk membuat bumi lebih baik. Dan salah satu cara paling simpel, sekali lagi, dengan cara kita memilih makanan.

"Makanannya tidak harus organik, tetapi harus ekologis. Itu berbeda," katanya.

Makanan ekologis, jelas Daniel, adalah makanan yang dihasilkan dari daerah tersebut, makanan yang membantu orang-orang di lingkungan sekitar. Jadi salah satu prinsipnya adalah, bahwa Anda mereproduksi alam dan keseimbangan ekologis di sekitar Anda untuk membantu keanekaragaman hayati.

"Kita bisa membeli dan mendapatkan makanan langsung dari petani, atau kalau beli di pasar lokal kita harus tanya lebih dulu dari mana itu berasal," jelasnya.

"Dengan hal sederhana itu, Anda sudah menghidupkan tanaman-tanaman yang tumbuh alami di sana, dan dengan melakukan itu, Anda sudah menciptakan kembali keanekaragaman hayati," tambah Daniel.

Daniel melakukannya, meskipun tengah mengarungi perairan dari satu negara ke negara lain dengan Rainbow Warrior. Ia berkomitmen menyediakan hidangan bagi para kru kapal dengan menggunakan makanan dari bahan-bahan lokal di setiap wilayah yang mereka sambangi.

Revolusi makanan

Seperti saat Rainbow Warrior sedang membuang sauh di Sorong, Papua Barat, Daniel menyempatkan diri membeli bahan-bahan makanan di pasar lokal.

Ia membeli pakis, katuk, buah-buahan serta berbagai sayur-sayuran endemik Papua, dan tentu saja sagu. Kebanyakan dari bahan makanan yang ia beli, menurut Daniel, baru pertama kali ia lihat selama hidupnya.

"Saya sangat menyukai semua produk-produk ini, yang berasal dari hutan. Seperti pakis, yang hanya bisa didapatkan di hutan. Ini bagian dari ekosistem. Hutan memberikannya untuk kita. Ini fantastis," jelas Daniel sambil menunjukkan belanjaan yang ia beli di pasar.

"Sama seperti sagu ini. Saya akan bereksperimen banyak dengan sagu. Saya pernah mencoba tropika tetapi belum pernah dengan sagu. Ini endemik dari sini, ini produk yang menakjubkan," tambahnya.

"Katuk, juga fantastis. Ini sangat baik untuk ibu yang sedang menyusui karena mengandung asam lemak omega 3," lanjut Daniel.
 
Koki Kapal Rainbow Warrior, Daniel Bravo Garibi (kanan) saat berbelanja bahan makanan di pasar lokal di Sorong, Papua Barat. (Greenpeace/Sutanta Aditya)


Bagi Daniel, pasar lokal adalah tempat terbaik di dunia untuk belajar, baik itu soal budaya, kesehatan, maupun obat-obatan.

"Saya selalu pergi ke pasar lokal setiap ke suatu tempat. Saya akan cari pasar para petani dulu, tetapi kalau tidak ada baru ke pasar lokal," ungkap Daniel yang merasa begitu terkesan dengan Papua dan produk-produk lokalnya serta ingin kembali ke Papua setelah menyelesaikan ekspedisi bersama Rainbow Warrior.

"Pergi ke pasar itu seperti pergi ke sebuah kelas, kelas kesehatan, dan kamu akan belajar banyak dari setiap produk-produk lokal yang ada di sana. Saya merasa luar biasa dan bahagia setiap melakukannya, saya belajar banyak sekali di sana. Soal seberapa penting produk-produk lokal dan manfaat-manfaatnya, bagaimana cara memasaknya, bagaimana khasiatnya," tutur Daniel.

Menurut Daniel, ia selalu melakukan riset sebelum ke pasar lokal untuk mengetahui produk-produk lokal di daerah tersebut. Daniel pun akan belanja untuk persediaan makanan hingga ke persinggahan berikutnya.

"Dan ini adalah tantangan tersendiri untuk memasak makanan dari bahan-bahan lokal, agar tetap bergizi dan enak. Ini benar-benar menantang. Tetapi bagi saya, itu lah menariknya," katanya.
 
(ANTARA News/Monalisa)


Rainbow Warrior saat ini berisi kru yang berasal dari 15 kewarganegaraan yang berbeda. Daniel mengakui bahwa menyediakan makanan untuk orang-orang yang beda negara adalah tantangan yang besar.

"Ini tantangan yang berat untuk menghidangkan menu dari berbagai kewarganegaraan, tetapi ini tanggung jawab saya. Hal baiknya adalah, para kru di sini adalah orang-orang yang selalu belajar. Kami di sini bertemu dengan kebudayaan yang berbeda-beda, maka kami sangat terbuka, terbuka untuk mencoba hal baru," tutur Daniel.

Sebagai koki yang berpengalaman, Daniel selalu menyulap bahan-bahan lokal dari suatu daerah dengan cita rasa berbeda dan lebih internasional atau menyajikannya sebagai makanan khas negara tertentu.

"Harapannya, saya bisa membawa memori para kru akan rumah mereka, tempat asal mereka. Itu lah kenapa saya ada di sini," ujarnya.

Baca juga: Menteri Susi ajak anak dan cucu kunjungi kapal Rainbow Warrior


Panggilan jiwa
 
(ANTARA News/Monalisa)


"Jika Anda bertanya kepada saya, apa spesialisasi saya, saya akan mengatakan untuk mencoba membuat hidangan yang bisa menciptakan revolusi makanan," ujar Daniel.

Sebelum bergabung dengan Greenpeace, Daniel yang merupakan lulusan sekolah kuliner itu telah melalang buana di dunia masak-memasak.

Ia pernah beberapa kali masak untuk presiden Meksiko. Ia juga sudah menjabat posisi manajer hotel, menjadi koki untuk seorang miliuner Meksiko, dan cukup lama menggeluti industri makanan.

"Saat itu saya sibuk mencari uang hingga koneksi saya dengan alam hilang. Tetapi kemudian, saya merasa kosong. Saya merasa telah membuang waktu. Bekerja tanpa alasan keberlanjutan alam, membuat saya merasa tidak menjadi diri sendiri. Maka saya berhenti dari pekerjaan saya. Saya harus berubah," ungkap Daniel.

Bukan tanpa alasan kenapa Daniel merasakan kegelisahan tersebut. Sejak kecil, ia begitu dekat dengan alam. Rumah orang tuanya dikelilingi pohon-pohonan, ayahnya juga memiliki kebun keluarga. Ia tumbuh bersama alam.

"Dalam hidup, kita sering mengalami sebuah 'panggilan' tetapi kita sering tidak mendengarkan. Kita harus berusaha keras untuk menyadarinya. Saat saya mendengarnya, saya merasa tersadar. Saya harus melakukan sesuatu agar saya merasa utuh," tuturnya.

"Saat Anda melihat keindahah alam, melihat hutan dengan suaranya, baunya, dan segalanya yang hidup di sana, Anda akan merasa hidup dan bersyukur. Dan saat Anda melihat kerusakan yang kita buat, sampah-sampah di laut, dan segala sesuatu yang hanya merusak, kita tidak bisa hanya diam dan tidak melakukan apa-apa," lanjut Daniel.
 
(ANTARA News/Monalisa)


Setelah berhenti dari pekerjaannya yang strategis, Daniel keliling Meksiko dan menjadi volunter di taman nasional sebuah hutan di Meksiko.

"Saya merasakan koneksi dengan alam kembali. Saya merasa harus berjuang untuk planet bumi ini. Saya harus melakukan sesuatu yang transendental untuk planet ini," katanya.

Ia melanjutkan pencariannya. Ia menginginkan pekerjaan yang sesuai dengan panggilan jiwanya untuk memelihara alam, menghentikan kerusakan alam. Kemudian Daniel menemukan Greenpeace. Saat bergabung dengan Greenpeace, Daniel harus merelakan tawaran pekerjaan yang menggiurkan.

"Hal yang luar biasa dari bekerja di sini adalah, mewakili peran kapal ini. Rainbow Warrior adalah simbol, simbol dari harapan. Jadi kami adalah pembawa harapan bagi dunia. Dan kami berada di sebuah kapal, yang bisa membawa harapan bagi orang-orang yang kehilangan. Kami juga menjadi simbol bahwa akan ada masa depan yang lebih baik," kata Daniel yang telah 15 tahun bergabung dengan Greenpeace.

Baca juga: ARTIKEL - Mengenal Hettie Geenen, kapten Kapal Rainbow Warrior

VIDEO:

Pewarta: Monalisa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018