Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meyoroti persoalan migrasi dan pengungsi di dunia karena masih banyak negara di dunia yang belum mampu menyelesaikan masalah tersebut sendiri, sehingga parlemen anggota Inter Parliementary Union (IPU) harus bersama mencari jalan keluar terbaik.

"Sudah puluhan tahun migrasi dalam skala besar, terutama yang disebabkan oleh konflik bersenjata dan kekerasan, menjadi tantangan yang masih terus dihadapi oleh berbagai negara di dunia," kata Bambang dalam acara Inter Parliementary Union (IPU), di Jenewa, Swiss, Minggu (25/3).

Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Seninj, Bambang mengatakan berdasarkan Laporan Migrasi Internasional tahun 2017, setidaknya terdapat 258 juta migran di seluruh dunia, angka tersebut meningkat dari tahun 2000 sebanyak 173 juta migran.

Dia menjelaskan DPR RI sangat menjunjung tinggi pentingnya Konvensi Internasional tentang Perlindungan Buruh Migran dan telah diadopsi melalui Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

"Undang-Undang ini bertujuan untuk memperkuat penempatan dan perlindungan pekerja migran serta menyediakan landasan hukum yang lebih kuat bagi institusi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait lainnya," ujarnya.

Selain itu menurut dia, Indonesia menerapkan pendekatan "triple win" dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan terkait migrasi, pendekatan tersebut tidak hanya mengutamakan kepentingan negara pengirim, tetapi juga negara penerima dan migran.

Bambang juga memaparkan Indonesia memang bukan bagian dari negara yang menandatangani Konvensi Pengungsi 1951, namun atas dasar pertimbangan kemanusiaan, pemerintah Indonesia telah menampung sebanyak 14.000 pengungsi dan pencari suaka.

"Hal ini mencerminkan komitmen dan kepedulian Indonesia terhadap isu migrasi dan pengungsi. Sebagai negara transit kami juga bekerja sama dengan UNHCR dan IOM dalam hal penyediaan fasilitas penampungan bagi pengungsi yang sedang menunggu proses pemulangan atau penempatan kembali di negara ketiga," katanya.

Bambang mengatakan di kancah internasional, Indonesia telah menunjukan komitmennya terhadap permasalahan pengungsi, khususnya terkait isu Rohingya di Myanmar.

Dia menegaskan bahwa kekerasan terhadap kaum Rohingya dalam segala bentuk dan manifestasinya, merupakan ancaman serius bagi keamanan dan perdamaian global.

"Untuk mengatasi masalah tersebut, Indonesia tampil sebagai pionir dalam melakukan langkah-langkah diplomasi yang dibutuhkan untuk membuka akses bagi bantuan kemanusiaan dan transparansi dalam penanganan pengungsi Rohingya," ujarnya.

Hal itu menurut dia merupakan realisasi kongkrit dari kunjungan yang dilakukan Presiden Indonesia Joko Widodo pada awal 2018 dan pimpinan DPR pada akhir 2017 ke Coxs Bazaar. Selain Rohingya, menurut Bambang, Indonesia juga sangat prihatin dengan konflik-konflik yang sampai saat ini belum terselesaikan, seperti di Palestina, Suriah, dan Afghanistan," tegas Bamsoet.

"Saya mengajak parlemen anggota IPU untuk membangun komunikasi intensif dan bekerja sama dalam memberikan perlindungan bagi migran reguler dan ireguler. Salah satunya melalui perumusan kebijakan nasional yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan di lapangan, serta mempertimbangkan kepentingan semua pihak," katanya.

Bambang yang merupakan politisi Partai Golkar ini optimis Perjanjian Sedunia mengenai Migrasi (GCM) dan Perjanjian Sedunia mengenai Pengungsi (GCR) mampu menyelesaikan isu-isu pengungsi dan migrasi.

Dia juga berharap kedua instrumen tersebut diharapkan dapat mendorong tercapainya target-target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sehingga setiap individu dapat memetik manfaat dari agenda pembangunan global dan tidak ada seorang pun yang tertinggal.

"Kami percaya bahwa IPU memiliki kapasitas yang memadai dalam mendorong lahirnya instrumen internasional seperti GCM dan GCR yang dapat lebih mengakomodir kepentingan negara pengirim, negara penerima dan juga migran secara proporsional dan seimbang," katanya.

Bambang berharap agar Sidang-Sidang IPU tidak hanya menghasilkan resolusi, tetapi memberi dampak langsung pada perdamaian dan kesejahteraan masyarakat.

Sidang IPU ke-138 tersebut dipimpin langsung oleh Presiden IPU Gabriela Cuevas Barron dan Sekretaris Jenderal IPU Martin Chunggong dan dihadiri 69 ketua parlemen dunia serta 1.539 anggota delegasi dari 146 negara.
 

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018