Pontianak (ANTARA News) - Polres Singkawang telah mengerahkan 60 personel untuk melakukan pengamanan kegiatan "Ceng Beng" (sembahyang kubur).

"Pengerahan personel ini guna menciptakan situasi yang kondusif selama kegiatan sembahyang kubur berlangsung oleh masyarakat Tionghoa," kata Kapolres Singkawang, AKBP Yuri Nurhidayat, Senin.

Menurutnya, 60 personel yang dikerahkan ini akan di ditempatkan ke-16 lokasi kegiatan sembahyang kubur yang ada di Kota Singkawang.

"Kegiatan tersebut akan berlangsung selama 12 hari yang dimulai dari tanggal 22 Maret sampai dengan 2 April 2018," ujarnya.

Pelaksanaan sembahyang kubur ini, katanya, di mulai dari pukul 04.30 WIB yang dianggap rawan terjadinya tindak pidana serta untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Menurutnya, sembahyang kubur yang dilakukan merupakan suatu tradisi orang Tionghoa untuk mengunjungi dan membersihkan makam leluhur orang tua ataupun keluarga.

Secara terpisah, Wali Kota Singkawang, Tjhai Chui Mie mengatakan, Ceng Beng atau sembahyang kubur dilakukan adalah semata-mata untuk menghormati dan mengungkapkan pernyataan bakti kepada leluhur, orang tua maupun keluarga yang telah pergi lebih dulu.

Dia menjelaskan, Ceng Beng merupakan budaya turun temurun yang sekaligus merupakan suatu moment untuk berkumpul bersama sanak saudara, yang pada hari biasa bahkan saat hari raya Imlek sekalipun jarang bisa berkumpul dan bersilaturahmi.

"Jadi melalui Ceng Beng inilah bisa mempertemukan kita dengan sanak saudara yang tinggalnya berjauhan," tuturnya.

Dia berharap, budaya Ceng Beng tetap bisa dipertahankan untuk generasi penerus dikemudian hari. "Karena Ceng Beng merupakan kegiatan yang positip untuk mendekatkan diri antara kita dan leluhur maupun Tuhan Yang Maha Kuasa," ujarnya.

Menurutnya pula, ada cara yang sangat baik untuk mewujudkan rasa bakti kepada orangtua dan leluhur, yaitu dengan melakukan perbuatan baik dan melimpahkan jasa kebajikan.

"Karena jasa dan kebajikan kedua orang tua dan leluhur begitu besar, untuk itu kita harus senantiasa membalas jasa-jasa mereka setiap saat," pintanya.

Chui Mie menambahkan, dalam kebudayaan Tionghoa, ada dua kali moment sembahyang yang ditujukan untuk menghormati dan mengungkapkan pernyataan bakti kepada leluhur, orang tua, maupun kerabat keluarga yang telah meninggal.

"Yaitu, sembahyang bulan 3 yang dikenal Ceng Beng dan sembahyang di bulan 7 yang dikenal Chau Tu atau sembahyang yang ditujukan kepada arwah terlantar," kata dia lalu menambahkan, bakti kepada leluhur dan orangtua, menjadi sesuatu yang sangat dipegang teguh oleh warga Tionghoa di manapun mereka berada, termasuk di Kota Singkawang.



 

Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018