Jakarta (ANTARA News) - Film horor lawas legendaris “Pengabdi Setan” karya sutradara Sisworo Gautama Putra yang sukses merebut perhatian masyarakat film Indonesia pada 1980 kini ditayangkan kembali di bioskop setelah melewati proses restorasi. 

“Pengabdi Setan” menjadi pembuka dari Vintage Film Festival yang bakal menghadirkan film-film lawas dengan kualitas lebih baik setelah direstorasi untuk pencinta film Tanah Air. 

Vintage Film Festival yang digelar oleh layanan mobile ticketing Go-Tix bersama FLIK dan CGV* Cinemas Indonesia siap menayangkan film zaman dulu dari era akhir 60an sampai awal 90an. 

“Saya dari dulu ingin menayangkan lagi restorasi film lawas dengan kualitas HD atau 4K,” ujar Manoj Samtani, CEO FLIK, dalam pembukaan Vintage Film Festival di CGV Grand Indonesia, Selasa. 

Terpilihnya “Pengabdi Setan” jadi tayangan pertama di festival ini tidak lepas dari respons positif masyarakat dan prestasi yang diraih dari remake film versi sutradara Joko Anwar. 

Baca juga: Kembalinya "Pengabdi Setan"

Rama Adrian, VP Consumer Solution LOKÉT,  mengatakan banyak film lawas karya sineas pendahulu Indonesia yang ceritanya unik dan mengandung pesan moral.

 “Namun sayang, sejauh ini karya-karya tersebut tidak bisa dinikmati oleh masyarakat masa kini karena memang kualitasnya yang sudah kurang baik. Melalui berbagai upaya restorasi inilah, film lawas Indonesia dapat diselamatkan.," kata Rama.
 
VFF tahap awal akan berlangsung selama satu bulan penuh. Film-film lawas yang sudah direstorasi akan diputar secara serentak di 10 kota jaringan Bioskop CGV* Cinemas Indonesia mulai dari 29 Maret hingga 29 April 2018. Genre film lawas yang ditampilkan pun beragam, mulai dari drama, komedi, horor hingga aksi laga. 

Selain "Pengabdi Setan", VFF akan menayangkan "Matt Dower" (1969), ""Ateng Sok Aksi (1977), "Ratu Ilmu Hitam" (1981), "Titian Serambut Dibelah Tujuh" (1982), "WARKOP - Sama Juga Bohong" (1986) dan Seri "Catatan Si Boy "(1987 - 1991) 

Tahap restorasi

Sebelum direstorasi, kebanyakan arsip film-film lawas ini berada dalam kondisi fisik yang sangat mengkhawatirkan. Materi film dalam format seluloid ini umumnya mengalami kerusakan berupa robek atau tergores, terkena debu, bekas sidik jari hingga serangga yang menempel pada seluloid atau pita film. 

Kondisi alam dan cuaca tropis di Indonesia juga mempengaruhi pita film menjadi cepat berjamur atau mencair dan mengeluarkan bau asam. Dengan teknologi restorasi, film-film lawas ini diperbaiki dalam beberapa tahap. 

Baca juga: Lika liku restorasi film "Tiga Dara"
 
Tahap pertama adalah "pemulihan" dengan merestorasi fisik pita seluloid secara manual yang dapat memakan waktu cukup lama dan dilakukan oleh ahli khusus restorasi. 

Setelah pita seluloid direstorasi secara fisik, pita siap dipindai  dan ditransfer ke dalam format digital. Tahap selanjutnya adalah restorasi film yang menggabungkan upaya restorasi secara manual dan digital. 

Ada ratusan ribu frame untuk setiap satu film yang berdurasi hampir dua jam. Oleh karena itu tahap ini membutuhkan waktu berminggu-minggu hingga bulanan karena restorasi harus dilakukan frame demi frame tergantung pada tingkat kerusakannya. 

 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018