Beijing (ANTARA News) - Pihak Kedutaan Besar RI di Beijing membantah adanya pelajar Indonesia di China mendapatkan pelajaran tentang komunisme.

"Kami sudah komunikasi dengan PPIT (Perhimpunan Pelajar Indonesia di Tiongkok) bahwa tidak benar mereka diajarkan ideologi komunis selama belajar di Tiongkok," kata Kuasa Usaha Ad-Interim KBRI Beijing, Listyowati, Senin.

Indonesia bukan satu-satunya negara yang warganya melanjutkan studi di berbagai jenjang pendidikann di daratan Tiongkok itu.

Bahkan berdasarkan data Kementerian Pendidikan China, jumlah pelajar asal Indonesia masih kalah dibandingkan dengan beberapa negara lainnya.

Pada tahun 2016, jumlah pelajar asal Indonesia yang melanjutkan studi di China tercatat sebanyak 14.714 orang.

Jumlah pelajar Indonesia di China menduduki peringkat kelima di bawah Korea Selatan (70.540), Amerika Serikat (23.838), Thailand (23.044), India (18.717), dan Pakistan (18.626).

Pelajar Indonesia tersebar di seluruh wilayah daratan Tiongkok yang meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti Kedokteran, Teknologi dan Sains, Manajemen dan Perdagangan, Hubungan Internasional, Bahasa Mandarin, Pertanian, dan program kejuruan lainnya.

Sebelumnya, PPIT menganggap tuduhan mengenai pelajar Indonesia di China mendapatkan pelajaran ideologi komunis tidak berdasar dan hanya menimbulkan keresahan.

"Oleh karenanya, kami menuntut klarifikasi dari media dan narasumber yang menuduh kami mendapatkan pelajaran ideologi komunis," kata Ketua Umum PPIT Raynaldo Aprillio.

Ia juga meminta media dan narasumber di Indonesia terlebih dulu memverifikasi kepada PPIT selaku organisasi yang menaungi ribuan pelajar Indonesia di daratan Tiongkok itu mengenai isu tersebut.

"Kami membuka ruang diskusi dengan pihak mana pun terkait kehidupan pelajar Indonesia di Tiongkok," ujarnya.

Para pelajar Indonesia, lanjut dia, merasa dinodai oleh pemberitaan yang sangat menyudutkan itu.

Atase Pendidikan KBRI Beijing Priyanto Wibowo menyarankan para tenaga pendidik untuk memahami kurikulum pendidikan di China sebelum menyampaikan komentar di media yang justeru menimbulkan keresahan di kalangan pelajar Indonesia di daratan Tiongkok.

"Pahami dulu sistem pendidikan dan pengajaran di China, termasuk kurikulum dan distribusi bahan pengajaran yang dengan jelas memisahkan model pengajaran untuk orang lokal dan orang asing," katanya.

Pemisahan kelas untuk pelajar lokal dan pelajar asing berlaku mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu.

"Mahasiswa kita juga sudah bisa mengikuti dan terbiasa dengan pemisahan model pengajaran seperti ini," tutur mantan Kepala Departemen Sejarah Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia itu.

Baca juga: Isu bangkitnya komunisme isapan jempol belaka

Baca juga: Menteri Agama sebut komunisme cuma hantu

Baca juga: Jangan hanya suarakan bahaya komunis, tapi tanamkan juga nilai Pancasila


Beberapa organisasi yang mewadahi warga negara dan pelajar Indonesia di China juga telah melayangkan protes kepada salah satu media di Indonesia.

"Berdasarkan pengalaman kami, universitas di Tiongkok tidak mengajarkan ideologi komunis. Kami keberatan dengan isi dan judul berita yang tidak berdasarkan fakta dan bersifat provokatif," kata Rois Syuriah PCINU China Imron Rosyadi dalam surat yang ditujukan kepada salah satu media di Indonesia.

Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Sofyan Anif bahwa pelajar-pelajar Indonesia di China mendapatkan pemahaman ideologi komunis sebagaimana dikutip media tersebut.

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018