Jakarta (ANTARA News) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan program Perhutanan Sosial yang dijalankan berbarengan dengan Reformasi Agraria bukan sekedar soal pemberian aset legal tapi juga pemberian akses guna peningkatan kesejahteraan.

"Hal yang genuine di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, terkait perhutanan sosial, adalah selalu diingatkan perlunya ada akses dukungan yang lain-lain. Sehingga ada spot-spot ekonominya, harus ada ekonomi domestiknya. Jadi harus ada lahan, kesempatan dan skill," katanya dalam Forum Medan Merdeka Barat 9 yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Jakarta, Selasa.

Berdasarkan data KLHK, total pencapaian kinerja pemberian akses kelola kawasan hutan melalui skema Perhutanan Sosial hingga Maret 2018 mencapai 1.500.699,53 hektare (ha).

Luasan tersebut menjangkau sekitar 313.270 Kepala Keluarga (KK) melalui pemberian 4.302 ijin atau hak berupa SK Menteri LHK untuk Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Rakyat (HR), Hutan Adat (HA) dan Kemiteraan Kehutanan.

"Pertanyaan yang banyak saya terima kenapa baru 1,5 juta ha untuk Perhutanan Sosial. Bagaimana kita mau buru-buru, orang kita melakukan penajaman-penajaman rancangan kebijakannya dulu, saya juga harus ke lapangan dulu lihat berapa puluh `site?," ujar Siti.

Skema Perhutanan Sosial kali ini, menurut dia, berbeda dari sebelum-sebelumnya karena Presiden Joko Widodo menekankan harus ada bantuan-bantuan lain yang disertakan selain aset, harus ada usaha perbaikan ekonomi masyarakat.

Untuk memastikan aset dan akses memberikan perubahan bagi masyarakat, ia mengatakan KLHK telah membuat Dashboard Sistem Navigasi Perhutanan Sosial. Selain memantau jumlah pemberian akses kelola perhutanan sosial juga dipantau penanganan konflik hingga peningkatan kapasitas usaha perhutanan sosial.

Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto mengatakan dengan adanya legalitas ijin pengelolaan area hutan selama 35 tahun bagi kelompok-kelompok masyarakat ini maka akses permodalan akan lebih mudah, baik melalui perbankan, tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR), Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga Dana Desa.

KLHK, menurut dia, juga sudah melakukan sejumlah MoU dengan perbankan nasional seperti Bank Mandiri, BNI dan BRI untuk mendukung pelaksanaan Perhutanan Sosial ini. Sejauh ini memang baru terlaksana di Jawa dan segera meluas ke pulau-pulau lain.

Ia juga mengatakan agar Perhutanan Sosial benar-benar berjalan memberikan kebaikan bagi masyarakat maka satu SK Menteri LHK yang dikeluarkan untuk ijin maupun hak pengelolaan akan ada satu pendamping. Pemerintah Provinsi harus bekerja sama dengan membantu menyediakan pendamping ini, dan kekurangan personelnya akan diambil dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, peneliti, bahkan pihak donor.

"Tapi mereka memang harus tersertifikasi, atau harus melalui pelatihan tutorial beberapa hari dulu dan mendapat tujuh panduan untuk masing-masing skema Perhutanan Sosial," ujar Bambang.

Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018