Problemnya saudara-saudara saya ini mengharamkan Pancasila dan pemilu...
Jakarta (ANTARA News) - Ahli sosiologi politik Islam dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dr Zuly Qodir menyebut organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai partai politik pembebasan yang mengharamkan Pancasila dan pemilu.

"HTI adalah partai politik pembebasan, pasti memiliki misi yang dikehendaki hanya saja tidak dikemukakan secara tegas. HTI mengharamkan Pancasila serta pemilu," kata Zuly Qodir saat menyampaikan keterangan sebagai saksi ahli dalam lanjutan sidang gugatan eks HTI di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Kamis.

Zuly, yang juga merupakan anggota Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah, telah melakukan kajian serta menulis buku tentang HTI. Berdasarkan kajiannya, Zuly mengemukakan, HTI menolak Pancasila karena menganggapnya bertentangan dengan ajaran Islam.

Dia juga mengatakan bahwa dalam beberapa kesempatan pemimpin HTI menyatakan menolak pemilu karena menganggapnya sebagai praktik yang melawan perintah Allah.

"Problemnya saudara-saudara saya ini (HTI) mengharamkan Pancasila dan pemilu, maka perebutan kekuasaan bisa dilakukan dengan cara-cara kekerasan. Ini belum terjadi, tentu saja," kata Zuly.

Dia mengatakan apa yang dilakukan HTI bertentangan dengan cita-cita pendiri bangsa karena HTI mewajibkan pendirian negara Islam, memobilisasi massa dan senantiasa menyatakan apa yang dilakukan sebagai gerakan dakwah Islam.

Zuly menekankan bahwa Pancasila sejalan dengan ajaran agama Islam serta Piagam Madinah yang disusun Nabi Muhammad SAW. Pancasila, ia melanjutkan, memang tidak mengajarkan seorang Muslim untuk shalat, puasa, naik haji dan lain sebagainya, namun sila pertamanya sangat menghormati orang-orang yang menjalankan ibadah sholat, puasa, naik haji dan lain sebagainya.

Sila kelima Pancasila, ia menjelaskan, menyatakan keadian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sejalan dengan ajaran agama Islam bahwa tidak boleh ada monopoli kekayaan sehingga umat diwajibkan berzakat dan bersedekah.

"Memang betul belum tercipta keadilan sosial seluruhnya di Indonesia, tapi sedang proses menuju ke sana. Pasti akan selalu ada orang miskin, pasti akan selalu ada orang tidak bisa makan, lalu apakah harus dibubarkan negaranya," jelas dia.

Dia mengingatkan bahwa kalau ada pemimpin yang dinilai rakyat gagal, maka pemimpin itu yang harus diganti, bukan negara yang dibubarkan. Sama halnya dengan berdakwah, ketika sebuah dakwah gagal maka dilakukan penyempurnaan dalam dakwah itu bukan dengan membubarkan agamanya, katanya.

Menanggapi keterangan saksi ahli itu, kuasa hukum HTI Gugum Ridho Putra mempertanyakan apakah dalam melakukan penelitian, kajian atau penyusunan buku tentang HTI Zuly telah melakukan wawancara atau klarifikasi langsung dengan pengurus pusat lembaga HTI.

Gugum mengatakan sebuah penelitian yang hasilnya ditulis dalam buku semestinya telah melalui kajian ilmiah, serta berdasarkan wawancara atau klarifikasi terhadap pengurus pusat HTI.

Berkenaan dengan hal itu, Zuly mengaku tidak berhasil menghubungi juru bicara HTI Ismail Yusanto saat menyusuun penelitiannya. Tetapi dia mengatakan kesimpulan penelitiannya disusun berdasar beberapa sumber antara lain, wawancara dengan pengurus pusat HTI yang juga merupakan temannya, serta kajian-kajian dari penelitian lain, dan kutipan pernyataan-pernyataan pengurus pusat HTI dalam video-video seminar.

"Mengutip pernyataan dalam seminar itu bagian dari data," kata Zuly.

Baca juga: Menkumham hadirkan ahli sosiologi politik Islam di sidang HTI

 

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018