Jakarta (ANTARA News) - Salah satu dari tujuan wisata Asia, pulau Boracay di Filipina, akan ditutup atas perintah Presiden Rodrigo Duterte, selama enam bulan untuk dibersihkan.

Dikutip The Inquirer, presiden ingin mendeklarasikan gawat darurat untuk Boracay. Turis dilarang masuk sejak 26 April karena pulau kecil itu akan "direhabilitasi".

Pulau sepanjang 6,4 km dan lebarnya kurang dari 1,6 km itu berjarak sekitar 321 km selatan Manila, ibu kota Filipina. Salah satu penduduk Inggris yang lama menetap mendeksripsikan Boracay sebagai "permata di mahkota" pariwisata Filipina. 

Presiden Duterte membuat keputusan setelah mengunjungi pulau itu. Dia dikabarkan marah atas kondisi lingkungan yang membuat pulau itu seperti tempat sampah.

Lonely Planet mengatakan, "Dengan pantai putih sepanjang 4km yang sempurna untuk kartu pos dan kehidupan malam terbaik di negara itu, tak heran Boracay jadi salah satu wisata terbaik Filipina." Namun buku panduan itu menambahkan, "Pengelolaan sampah adalah masalah besar.... dan peraturan lingkungan tidak ditegakkan dengan benar."

Pemerintah diharapkan memberlakukan aturan lingkungan yang ketat, termasuk juga dengan menghancurkan bagian-bagian dari infrastruktur pariwisata, terutama hotel di pinggir pantai.

Warga Inggris di Boracay mengatakan, "Di sepanjang pantai Bulabog, semua hotel diberi pemberitahuan bahwa mereka tidak bisa lebih dekat dari 30 meter dari high meter mark."

"Satu orang akan kehilangan setengah dari hotel mereka."

Investor lain menghadapi risiko properti yang diruntuhkan karena mereka "dibangun di lahan hutan" meski mereka saat itu diberi izin.

Boracay melayani ratusan ribu wisatawan per tahun, dengan akomodasi mulai dari resort bintang lima sampai hostel backpacker.

Banyak pengunjung dari China dan Korea, juga ekspatriat Barat berkumpul di pulau itu untuk beristirahat dan bersantai.

Kerusakan ekonomi kangka pendek itu akan menimbulkan dampak besar.

"Seperti sekitar 30.000 pekerja akan menganggur selama tiga pekan," kata warga Inggris itu. "Orang-orang betul-betul kacau."

Hilangnya penghasilan juga berpotensi membahayakan mata pencaharian untuk lebih dari 100.000 orang, bila anggota keluarga mereka juga ikut dihitung.

Pengunjung yang sudah membuat pemesanan sebelumnya bisa meminta uangnya dikembalikan, tapi ada pertanyaan apakah ongkos tiket pesawat juga bisa dikembalikan.
 

Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018