Sampit, Kalimantan Tengah (ANTARA News) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah menilai, mengganasnya buaya Sungai Mentaya Kabupaten Kotawaringin Timur merupakan dampak kerusakan lingkungan yang terus terjadi.

"Dugaan awal kami kenapa buaya menjadi ganas itu karena rusaknya habitat dan ekosistem yang ada di tepi sungai. Dan itu berpengaruh terhadap sumber pakan buaya," kata Komandan Pos Jaga BKSDA Sampit, Muriansyah di Sampit, Sabtu.

Kemunculan dan serangan buaya di Sungai Mentaya makin meningkat. Tahun ini sudah ada dua warga yang diterkam buaya, untungnya berhasil selamat dari maut.

Kamis (8/3) sekitar pukul 18.00 WIB lalu, seorang ibu rumah tangga di desa itu bernama Jumi (49), juga disambar buaya saat mencuci pakaian menjelang magrib. Selanjutnya, Senin (2/4) sekitar pukul 17.30 WIB, seorang pelajar bernama Yafqahu Kauli (17) warga Desa Ganepo Kecamatan Seranau, diserang buaya saat mandi di lanting depan rumahnya di pinggir sungai.

Desember 2017 lalu, juga terjadi dua kali serangan buaya, untungnya semua korbannya berhasil selamat. Namun beberapa kasus sebelumnya, beberapa korban meninggal dunia, bahkan ada yang jenazahnya tidak pernah ditemukan lagi.

Menurut Muriansyah, eksploitasi lingkungan untuk bermacam-macam tujuan, seperti pemukiman baru, pembukaan lahan untuk kebun, ladang atau sawah, turut berpengaruh terhadap fungsi dalam ekosistem. Banyak dampak yang ditimbulkan, seperti tingginya potensi kebakaran lahan saat kemarau dan banjir saat musim hujan.

Selain itu, pembuatan saluran-saluran juga berdampak terhadap habitat satwa. Berbagai satwa terpaksa keluar dari habitat mereka agar bisa bertahan karena ketersediaan makanan menipis. Hal itu pula yang diduga terjadi pada buaya yang kini makin sering muncul di Sungai Mentaya dan menyerang warga.

"Sedikit contoh, di Kecamatan Pulau Hanaut ada anak sungai yang dulu panjangnya cuma tiga sampai lima kilometer dan berkelok-kelok. Kondisi sekarang, anak sungai itu bertambah panjangnya menjadi puluhan kilometer dan alurnya lurus dijadikan irigasi atau sering disebut pengaringan. Dampaknya, danau, rawa dan gambut menjadi cepat kering," kata Muriansyah.

Terkait ancaman buaya, pihaknya masih berupaya menangkap buaya-buaya itu untuk direlokasi. Saat ini penangkapan diupayakan dengan cara dipancing menggunakan umpan bebek, namun belum berhasil.

Kemarin, Muriansyah bersama timnya kembali menyusuri Sungai Remiling yang merupakan anak Sungai Mentaya, lokasi tempat kejadian serangan buaya. Dari dua pancing yang dipasang di lokasi berbeda, satu bebek yang dijadikan umpan sudah hilang, namun buayanya lolos.

Pancing umpan bebek tersebut masih dipasang di lokasi tersebut. Muriansyah berharap upaya yang mereka lakukan berhasil menangkap buaya sehingga relokasi bisa dilakukan.

Pewarta: Norjani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018