Jakarta (ANTARA News) - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengatakan banyak sekolah yang memerlukan biaya tambahan akibat kurangnya sarana dan prasarana, termasuk komputer, terkait pelaksanaan UNBK SMA/MA yang akan berlangsung pada 9 April 2018.

Dari pantaun dan pengaduan dari sekolah, FSGI memprediksi UNBK SMA akan berpotensi mengalami kendala teknis mengingat jumlah peserta dan sekolahnya lebih banyak dibanding SMK.

Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo melalui keterangan pers yang diterima di Jakarta, Minggu mengatakan persiapan UNBK SMA secara umum persiapan sudah baik, namun masih diwarnai kesulitan sinkronisasi karena kesiapan teknisi yang kurang memadai khususnya di MA.

"Mereka kekurangan jumlah komputer sehingga sekolah harus pinjam ke pihak-pihak lain, dan biaya tambahan yang lebih besar dibandingkan jika UN berbasis kertas, apalagi sebagian besar melakukan UNBK dalam tiga sesi walaupun ada yang sat sesi seperti sekolah swasta di Jakarta," kata Heru.

Adapun kesiapan komputer sebagai sarana UNBK SMA di 2018 menurut pantauan FSGI di wilayah jaringannya yaitu di Jakarta, Jawa Tengah, Nusa Tengara Barat, dan Bengkuludalam, sudah dalam kondisi siap.

Dengan kesiapan sarana CBT dalam UN, besar harapannya agar kendala teknis pada pelaksanaan UNBK SMK tidak terulang.

Jika terulang kembali seperti listrik padam atau kendala lain sehingga pelaksanaannya menjadi mundur, akan berakibat lelahnya fisik dan psikologis siswa dalam menunggu.

"FSGI memantau dari persiapan sarana UNBK SMA persentasenya sekitar 71 persen menunjukkan kesiapan sarana CBT yg berasal dari sekolah tersebut. Adapun 29 persen minim komputer sehingga sebagai penyelenggara UNBK SMA harus meminjam dari siswa, guru, dan sekolah lain," kata Presidium FSGI Fahmi Hatib.

Misalnya di SMAN 9 Kota Bengkulu, komputer yang disediakan sekolah hanya 10 unit, sedangkan 40 unit lainnya meminjam milik siswa.

Kemudian di SMAN 1 Monta, Bima, NTB, sekolah hanya mampu menyediakan 28 unit komputer, sedangkan 9 unit dipinjam dari guru, lalu dipinjam dari SMK terdekat 10 unit dan SMP terdekat 19 unit.

FSGI pun mengatakan ada sekolah yang mengaku pembiayaan UNBK jika dibandingkan dengan UN berbasis kertas mengeluarkan biaya yang lebih banyak.

"Biaya-biaya tersebut tidak hanya harus mengeluarkan honor dan konsumsi panitia dan pengawas, untuk UNBK perlu tambahan biaya honor proktor, teknisi, biaya sinkronisasi, pengadaan modem, biaya pengamanan 24 jam agar komputer atau laptop tidak di curi, biaya penambahan daya bagi sekolah yang belum memenuhi minimal daya listrik," kata dia.

Belum lagi sarana lain seperti penyediaan genset dan solar untuk berjaga-jaga ketika listrik mati serta biaya simulasi dan tryout sebelum UNBK dilaksanakan, tambah dia.

FSGI meminta pemerintah serius dalam penyediaan sarana komputer di sekolah dengan memberikan tekanan khusus pembelian komputer dari dana BOS seperti halnya 20 persen BOS untuk Buku K-13.

Kemudian Pemerintah juga harus melakukan edukasi kepada proktor dan teknisi sekolah secara merata seperti jenjang pelatihan K-13 yang sudah dilakukan.

"Hasrat untuk menyiapakan generasi bangsa memasuki era Revolusi Industri 4.0, harus dibarengi dengan keterasediaan sarana-prasarana berbasis TIK/Komputer, termasuk akses internet yang baik. Jika prasyarat di atas tak dipenuhi, setidaknya yang diukur dalam pelaksanaan UNBK ini, maka generasi yang siap memasuki industri 4.0 hanya sebatas angan-angan belaka," kata dia.

FSGI juga meminta Kemendikbud melakukan koordinasi dengan Kemenag karena FSGI menemukan adanya perbedaan struktur dasar program yang digunakan pada UAMBN dengan UNBK sehingga cukup menyulitkan proktor MA untuk sinkron ke UNBK.

Baca juga: UNBK di NTT : listrik, internet, dan UNBKP

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018