Jakarta (ANTARA News) - Kelayakan metode terapi cuci otak untuk pengobatan penyakit stroke yang dilakukan oleh dr Terawan Agus Putranto Sp.Rad diserahkan pada tim "Health Technology Assesement" (HTA) Kementerian Kesehatan untuk menilai standar pelayanannya.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prof Dr Ilham Oetama Marsis Sp.OG dalam konferensi pers di kantor PB IDI Jakarta, Senin, mengatakan bahwa yang berwenang menilai suatu tindakan medis sesuai dengan standar prosedur operasional ialah HTA Kemenkes.

"Kita ketahui bahwa dalam pengaturan standar pelayanan itu merupakan kewenangan dari Kemenkes. Kalau Kementerian Kesehatan belum menetapkan standar pelayanan, yang tentunya secara praktik tidak boleh dilakukan," kata Marsis.

HTA Kemenkes merupakan suatu badan yang saat ini keberadaannya permanen untuk menjawab perkembangan teknologi pengobatan.

Marsis menerangkan bahwa PB IDI tidak bisa memberikan penilaian apakah metode cuci otak melalui "Digital Substraction Angiography" (DSA) dengan heparin yang dilakukan oleh dr Terawan sebagai metode pengobatan sudah bisa dilakukan kepada masyarakat.

Prof Marsis hanya menjelaskan bahwa dr Terawan memang telah membuktikan melalui penelitian akademis terkait heparin dapat membuka suatu sumbatan-sumbatan yang bersifat kronik pada penyakit stroke. Hal tersebut ditegaskan oleh promotor disertasi dr Terawan di Universitas Hassanudin Makassar, yakni Prof dr Irawan Yusuf PhD.

Namun Marsis mengingatkan bahwa masih ada tahap selanjutnya yang perlu dilakukan sebelum hasil riset tersebut bisa diterapkan pada masyarakat luas.

"Tapi jangan lupa pada tahap selanjutnya yang harus dipertanyakan, apakah dengan temuan ini akan bisa diterapkan kepada masyarakat secara luas. Itu yang harus melalui yang namanya uji klinik," jelas Marsis.

Dia menerangkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh dr Terawan dalam disertasinya baru tahap pertama dan masih memerlukan tahapan selanjutnya.

PB IDI menyatakan menunda melaksanakan putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran yang merekomendasikan memberikan sanksi pemecatan dan pencabutan rekomendasi izin praktik dr Terawan karena keadaan tertentu.

Dengan penundaan tersebut, Marsis menegaskan bahwa dr Terawan masih terdaftar sebagai anggota IDI dan bisa melakukan praktik sebagaimana biasanya.

Namun Marsis enggan berkomentar apakah tindakan metode cuci otak yang selama ini dilakukan oleh dr Terawan masih boleh dilakukan menyusul dokter yang juga Kepala RSPAD Gatot Soebroto tersebut masih diperbolehkan praktik. Marsis menyerahkan keputusan tersebut pada tim HTA Kementerian Kesehatan.

Baca juga: Metode cuci otak dr Terawan masih perlu penelitan

Baca juga: Kemenristek siap fasilitasi kasus Dokter Terawan

Baca juga: Pakar: Landasan ilmiah metode cuci otak dr Terawan masih lemah

Baca juga: UGM mengkaji secara objektif metode cuci otak

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018