Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian menyatakan pembatasan impor bahan baku berpotensi mengganggu produk-produk yang berorientasi ekspor karena pasokan bahan baku menjadi salah satu faktor penting bagi Indonesia di tengah persiapan Revolusi Industri 4.0 yang mengandalkan proses otomatisasi dan standarisasi produk.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar, dalam rilis yang diterima Jumat, menjelaskan keberadaan bahan baku menjadi salah satu persoalan industri di Indonesia, namun kebijakan mengenai bahan baku tidak hanya berada di Kementerian Perindustrian, melainkan lintas kementerian atau lembaga.

"Tidak mungkin industri tidak ada bahan baku. Sekarang ada masalah bahan baku karena ada aturan-aturan kita yang menghambat," kata Haris.

Menurut Haris, Presiden Joko Widodo saat ini sedang berupaya menurunkan ego sektoral masing-masing kementerian atau lembaga, salah satunya dengan cara memangkas berbagai peraturan yang menghambat investasi dan ekspor.

Dia mencontohkan tumpang tindih aturan di awal tahun 2018 dimana Kementerian Perindustrian meminta Kementerian Perdagangan segera menerbitkan izin impor garam industri, sebab banyak pelaku industri yang menjerit karena pasokan bahan baku garam telah menipis, namun Kementerian Perdagangan tidak juga segera merespon permintaan dari Kementerian Perindustrian.

"Salah satu persoalan kita adalah bahan baku, yang dimulai dari garam. Permasalahan ketersedian bahan baku ini terjadi karena adanya aturan-aturan yang menghambat, seharusnya ini yang kita dorong," kata Haris.

Permasalahan lainnya menyasar bahan baku untuk Industri Hasil Tembakau (IHT). Kementeriaan Perdagangan mengeluarkan Permendag Nomor 84 Tahun 2017 tentang ketentuan impor tembakau, padahal pasokan tembakau di dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan industri.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dalam Indonesia Industrial Summit 2018 menyatakan Revolusi Industri 4.0 dilakukan dengan dukungan insentif, termasuk mendorong investasi dan ekspor.

Strategi Indonesia memasuki masa ini adalah menyiapkan lima sektor manufaktur yang akan memperkuat fundamental struktur industri. Kelima sektor itu adalah industri makanan dan minuman, otomotif, elektronik, kimia, serta tekstil.

Sementara itu pada saat dihubungi, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adinegara menilai tujuan pemerintah meningkatkan ekspor sangat tepat karena akan menopang ekonomi nasional.

Salah satu produk yang memberikan kontribusi ekspor yakni IHT yang trennya naik dari tahun ke tahun. Sampai tahun 2017, total nilai ekspor IHT tercatat US$ 1,139 miliar.

"Selain cukai, produksi rokok ini punya peran penting terhadap tenaga kerja langsung dan tidak langsung yang jumlahnya lebih dari tujuh juta orang. Intinya, banyak industri yang bergantung pada rokok," kata Bhima ketika dihubungi.

Saat ini, pembatasan impor tembakau masih menjadi perdebatan di kalangan Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah, kalangan industri, dan petani. Aturan tersebut membatasi impor tembakau jenis Virginia, Burley, dan Oriental yang notabene menjadi bahan baku industri.

Belakangan sesuai permintaan Menteri Koordinator Perekonomian bernomor S-310/M.EKON/11/2017 tanggal 20 November 2017 pelaksanaan Peraturan Menteri Perdagangan ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan, namun pemerintah belum mencabut beleid tersebut.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018