Beraneka teori politik yang berkembang di negara yang sangat matang dalam demokrasi, yakni Amerika Serikat. Capres atau wapres akan memengaruhi perolehan suara parpol. Ini yang harus diantisipasi."
Semarang (ANTARA News) - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengumpulkan ulama dari 34 provinsi di Indonesia, salah satunya membahas kriteria calon wakil presiden yang pas mendampingi Joko Widodo pada 2019.

"Pada Juli 2017, PPP melalui muskernas telah menetapkan pilihan calon presiden kepada Pak Jokowi," kata Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy, usai membuka Musyawarah Nasional Alim Ulama PPP di Semarang, Jumat.

Gus Romi, sapaan akrab Romahurmuziy menjelaskan agenda Munas Alim Ulama tersebut berkaitan dengan dukungan yang diberikan PPP kepada Jokowi dengan mendengarkan evaluasi dari para ulama dari seluruh Indonesia.

"Apa yang masih kurang dari pemerintahan ini sebagai agenda keumatan yang akan dititipkan Pak Jokowi. Sekaligus, mendengarkan amanat ulama mengenai figur atau kriteria seperti apa yang pantas mendampingi Pak Jokowi ke depan," katanya.

Sejauh ini, ia enggan berspekulasi mengenai nama yang akan diusung sebagai cawapres pada Pilpres 2019, tetapi lebih baik melakukan "asessment" siapa di Republik ini yang kriterianya cocok mendampingi Jokowi.

Ia menyebutkan sejauh ini sudah ada enam parpol yang resmi mengusung Jokowi pada Pilpres 2019 yang kemungkinan memiliki sosok tersendiri yang diusung sebagai cawapres sehingga PPP lebih cenderung pada apa yang dibutuhkan Jokowi.

Untuk menghadapi kontestasi Pilpres yang berlangsung 7 April 2019, diakuinya, membutuhkan rancangan strategi yang harus dipersiapkan matang, misalnya kenyataan bahwa pilpres memengaruhi pemilihan anggota legislatif (pileg).

"Beraneka teori politik yang berkembang di negara yang sangat matang dalam demokrasi, yakni Amerika Serikat. Capres atau wapres akan memengaruhi perolehan suara parpol. Ini yang harus diantisipasi," katanya.

Dicontohkan Gus Romi, pada Pilpres 2009 ketika parpol beramai-ramai mencalonkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan ternyata seluruh parpol yang mencalonkannya mengalami penurunan perolehan suara pada pileg.

"Dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) hilang 29 kursi, PPP turun 20 kursi, kemudian Partai Amanat Nasional (PAN) tujuh kursi. Bahkan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hampir turun satu juta suara," katanya.

Ternyata, kata dia, elektabilitas dan popularitas SBY ketika itu hanya ditransfer pada satu parpol yang dipimpinnya, yakni Partai Demokrat sehingga dalam teori politik dikenal dengan istilah efek ekor jas.

"Sebenarnya, istilah ekor jas ini berasal dari pakaian yang dikenakan anggota kongres AS pada 250 tahun silam. Calon yang ditetapkan parpol memengaruhi perolehan suara parpol tersebut," kata Gus Romi.

Hadir dalam Munas Alim Ulama PPP di Hotel Patra Jasa Semarang yang merupakan puncak peringatan Hari Lahir Ke-45 PPP tersebut, ulama kharismatik KH. Maimoen Zubair yang juga Ketua Majelis Syariah PPP.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018