Bogor (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan pada 12 April 2018.

Menurut siaran laman resmi Sekretariat Kabinet, Jumat, peraturan itu menegaskan bahwa pengolahan sampah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, mengurangi volume sampah secara signifikan demi kebersihan dan keindahan kota, serta menjadikan sampah sebagai sumber daya dilakukan secara terintegrasi dari hilir sampai ke hulu melalui pengurangan dan penanganan sampah.

Menurut Pasal 2 Ayat 3 Perpres, "Pengelolaan sampah dilaksanakan untuk mendapatkan nilai tambah sampah menjadi energi listrik."

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) bisa mengurangi volume sampah secara signifikan, karenanya pemerintah memandang perlu mempercepat pembangunan instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan di provinsi dan kabupaten/kota tertentu.

Menurut ketentuan itu, pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan mencakup wilayah Provinsi DKI Jakarta; Kota Tangerang; Kota Tangerang Selatan; Kota Bekasi; Kota Bandung; Kota Semarang; Kota Surakarta; Kota Surabaya; Kota Makassar; Kota Denpasar; Kota Palembang; dan Kota Manado.

Pemerintah daerah kota sebagaimana dimaksud dalam Perpres ini dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah kabupaten/kota sekitar dalam satu daerah provinsi dalam membangun instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik menggunakan teknologi ramah lingkungan.

"Kerja sama sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan pemerintah daerah provinsi sepanjang pengelolaan sampah menggunakan aset provinsi dilakukan melalui perjanjian kerja sama" menurut Pasal 4 ayat 1 dan 2 Perpres.

Dalam melakukan percepatan pembangunan PLTSa, menurut Perpres gubernur atau wali kota dapat menugaskan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk membangunnya, atau menggelar kompetisi badan usaha.

"Dalam hal tidak ada Badan Usaha yang berminat atau tidak lulus seleksi dan tidak ada BUMD yang mampu untuk ditugaskan, percepatan pembangunan PLTSa dapat dilakukan melalui penugasan kepada  Badan Usaha Milik Negara oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atas usulan gubernur atau wali kota" menurut Pasal 6 ayat (4) Perpres.

Menurut ketentuan, Pengelola Sampah dan Pengembang PLTSa wajib memenuhi perizinan di bidang lingkungan hidup dan perizinan di bidang usaha penyediaan tenaga listrik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pembelian Tenaga Listrik

Setelah menugaskan atau menetapkan Pengelola Sampah dan Pengembang PLTSa, menurut Perpres gubernur atau wali kota bisa mengusulkan ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memberikan penugasan pembelian tenaga listrik PLTSa oleh PT PLN (Persero).

Harga pembelian tenaga listrik oleh PT PLN dalam Perpres ini ditetapkan berdasarkan besaran kapasitas PLTSa yang dijual kepada PT PLN (Persero). Ketentuannya, untuk besaran kapasitas sampai dengan 20MW harganya 13,35 sen dolar AS/kWh yang terinterkoneksi pada jaringan tegangan tinggi, jaringan tegangan menengah, dan jaringan tegangan rendah; dan untuk kapasitas lebih dari 20MW yang terinterkoneksi pada jaringan tegangan tinggi atau jaringan tegangan menengah perhitungan harga pembeliannya (sen dollar AS/kWh) = 14,54 – (0,076 x besaran kapasitas PLTSa yang dijual ke PT PLN).

"Harga pembelian tenaga oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud sudah termasuk seluruh biaya pengadaan jaringan dari PLTSa ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero)" menurut Pasal 11 ayat (2) Perpres.

Ketentuan harga tersebut dikecualikan dalam hal pembangunan PLTSa dilakukan melalui penugasan kepada BUMN, dimana "Hasil penjualan listrik kepada PT PLN (Persero) merupakan hak dari pengembang PT PLTSa" menurut Pasal 12 Perpres.

Pendanaan untuk percepatan pembangunan PLTSa menurut Perpres bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pendanaan yang bersumber dari APBN, menurut Perpres digunakan untuk Bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah kepada Pemerintah Daerah, yang besarnya paling tinggi Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per ton sampah.

Guna mendukung pelaksanaan percepatan pembangunan PLTSa dibentuk Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan PLTSa yang bertugas melaksanakan melakukan koordinasi dan pengawasan serta memberikan bantuan untuk kelancaran percepatan pelaksanaan pembangunan PLTSa.

Tim Koordinasi yang diketuai oleh Menko Kemaritiman dengan wakil ketua Menko Perekonomian itu anggotanya Wakil Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Kementerian ESDM; Kemendagri; Kementerian PUPR; Kementerian Keuangan; Kementerian BUMN; Kementerian Hukum dan HAM; Kementerian ATR/BPN; Kementerian PPN/Bappenas; Sekretariat Kabinet; BKPM; BPPT; LKPP.

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 16 April 2018.

Baca juga:
Jakarta gandeng BPPT bangun pembangkit listrik tenaga sampah
PLN: kontrak kedua listrik tenaga sampah Benowo Surabaya Juni 2019

 

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018