Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia meminta korporasi untuk meningkatkan rasio lindung nilai (hedging) terhadap transaksi dan kewajiban valasnya agar mencegah kerugian selisih kurs yang dapat menghambat ekspansi bisnis dunia usaha.

Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah di Jakarta, Rabu, mengatakan seharusnya korporasi, termasuk BUMN dapat memanfaatkan produk hedging yang sudah beragam dan lebih murah saat ini seperti call spread.

"Saat ini baru 13 korporasi yang memanfaatkan transaksi call-spread," kata Nanang kepada Antara, tanpa menyebutkan entitas 13 korporasi tersebut.

Call spread merupakan jasa lindung nilai dari perbankan kepada korporasi yang memiliki liabilitas atau kewajiban valas agar terhindari dari kerugian yang disebabkan volatilitas kurs.

Biaya lindung nilai call spread diklaim lebih murah saat ini di kisaran 2,5 persen. Biaya tersebut lebih murah karena saat ini perbankan domestik sudah menyediakan fasilitas call spread.

Bank domestik yang sudah menyediakan call spread adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, HSBC, Maybank Indonesia, Bank Standard Charterd, CIMB Niaga, Bank of Tokyo Mitsubishi, ANZ, dan UOB, ujar dia.

Dengan aktifnya korporasi melakukan lindung nilai juga, maka permintaan valas korporasi tidak akan membebani pasokan dan suplai valas di pasar, yang selama ini menjadi penyebab pelemahan nilai tukar rupiah.

BI meminta korporasi menjadikan risiko pasar atau risiko kurs menjadi bagian pengelolaan risiko korporasi yang berkelanjutan sehingga dapat lebih siap ketika tekanan ekonomi eksternal semakin kencang.

Apalagi saat ini, pasar keuangan global sedang menghadapi ketidakpastian tentang kenaikan suku bunga Bank Sentral Federal Reserve AS.

Ketidakpastian tersebut yang ditambah proyeksi perbaikan ekonomi AS, termasuk inflasi, telah mengerek naik imbal hasil obligasi pemerintah AS, US Treasury bertenor 10 tahun hingga mendekati tiga persen.

Dengan adanya dinamika perekonomian itu, tekanan terhadap kurs negara-negara di dunia, termasuk rupiah semakin kencang.

"Risiko fluktuasi harus dijaga korporasi tidak akan menggerus arus pendapatan karena fluktuasi harga pasar (market risk), sehingga bisa fokus ke pengembangan usaha," ujar Nanang.
 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018